LPMK untuk Social Engineering: Pelajaran dari Lomba LPMK se-Kota Magelang
Oleh:
Rachmad Kristiono Dwi Susilo, MA, Ph.D*
Kunjungan penulis pada tanggal 27 November 2023 menarik ditulis, karena dengan izin Allah SWT, penulis bertemu dengan para aktivis Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) se-Kota Magelang pada kegiatan lomba administrasi LPMK. Sebenarnya bukan kali ini saja penulis bertemu dengan mereka. Kegiatan Peningkatan Kapasitas (capacity building) (LPMK) se-Kota Magelang, Senin, 17 Juli 2023 di mana penulis sebagai salah satu pemateri.
Di akhir November lalu, kegiatan yang diselenggarakan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, Dan Keluarga Berencana (DPM4KB) Kota Magelang ini bertajuk “Lomba Administrasi LPMK”. Kepentingan pemerintah yaitu menilai strategi LPMK dalam membuat perencanaan program-program komunitas secara partisipatif dan menggerakkan swadaya gotong royong. Dengan kegiatan ini setidak-tidaknya pemerintah mampu memonitoring perkembangan SDM di tingkat kelurahan/komunitas.
Secara eksplisit DPMP4KB Kota Magelang sendiri memiliki tujuan kegiatan seperti dinyatakan Kepala DPMP4KB Kota Magelang H. Nasrodin, SKM, Ners, MM sebagai berikut.
“LPMK sebagai lembaga yang dibentuk oleh masyarakat dan merupakan mitra dari lurah yang mempunyai peran yang penting untuk meningkatkan partisipasi pembangunan di kelurahan. Dengan adanya lomba LPMK dalam membuat perencanaan pembangunan di wilayahnya, harapan akan memajukan daerah sesuai dengan kebutuhan yang sesungguhnya” (Wawancara, 2 Desember 2023).
Senada, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat DPMP4KB Kota Magelang Adhika Kudiarso. S, SSTP, M.Si, menyatakan,
“Potensi LPMK sebagai lembaga fasilitator dan motivator masyarakat sangat besar. Sebagai mitra lurah dalam penyelenggaraan pemrintahan pembangunan dann pelayanan masyaraka, maka peran LPMK harus diberikan ruang yang lebih. Adanya program Masbagia yang menempatkan LPMK sebagai tim fasilitasi di kelurahan merupakan kesempatan LPMK untuk berpartisipasi mensukseskan rodanya Masbagia. Lurah harus selalu berkolaborasi/ mendayagunakan LPMK supaya lebih berperan” (Wawancara, 2 Desember 2023).
Sementara itu, penulis memiliki pandangan lain. Dari sisi kebijakan baik berupa regulasi dan kelembagaan, LPMK sudah bagus sebagai penampung aspirasi, pelayanan Masyarakat, dan menjaga kegotong-royongan. Konsep pembangunan partisipatif sudah dikenalkan, terdapat peluang untuk peningkatan partisipasi untuk kerja-kerja social engineering pada komunitas. Namun, evaluasi pemerintah menyatakan bahwa selama ini pengurus LPMK belum bekerja maksimal di kelurahan masing-masing. Gambaran di lapang, kerja LPMK hanya menunggu inisiatif lurah.
Terkait dengan lomba, kompetisi ini penting menilai, benarkah LPMK memahami masalah komunitas? Benarkah mereka mampu mengidentifikasi masalah-masalah di sekitar mereka yang kemudian diformulasikan dalam bentuk program? Akhirnya, lomba juga merupakan evaluasi kegiatan ini diharapkan memicu peningkatan partisipasi LPMK.
Ringkasan Lomba
Lomba ini diikuti oleh 17 LPMK se-Kota Magelang. Setiap LPMK boleh mengirimkan delegasi maksimal 7 orang. Satu kelompok diminta memaparkan program berbasis identifikasi masalah komunitas. Indikator penilaian juga memasukan unsur kebutuhan dan inovasi. Setiap LPMK memaparkan judul yang berbeda-beda. Setelah setiap LPMK presentasi 10 menit, diteruskan panelis yang mendalami presentasi juga membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit.
Adapun juri lomba berasal dari DPM4KB Kota Magelang, Tata Pemerintahan (TAPEM), BAPPEDA, tiga pihak kecamatan, yakni Kecamatan Magelang Selatan, Magelang Tengah, dan Magelang Utara), serta penulis sendiri yang mewakili akademisi/tenaga ahli.
Sekalipun ada tujuh juri dari OPD, tetapi praktikknya, tidak semua juri memberi pertanyaan ke peserta. Sekalipun demikian tanya jawab terjadi yang memungkinkan juri mengevaluasi dan menemukan poin-poin maksimal penilaian.
Berdasarkan apa yang berlangsung dalam lomba, penulis menyimpulkan kondisi LPMK di Kota Magelang sebagai berikut.
1. Variasi
Variasi karakter LPMK antara satu dengan lain. Dari program yang mengacu kebijakan dan ada yang “murni” penggalian dan pengembangan ide masyarakat. Di sini ada kepentingan yang dikomunikasikan.
2. Semangat Pengurus
Dari keseriusan peserta bisa dinyatakan bagus. Kesungguhan untuk memenangkan lomba ditunjukkan dari kesiapan mempresentasikan proposal. Kemudian, mereka siap dengan berbagai jenis pertanyaan sekalipun ada pertanyaan yang “sedikit” akademik.

Sementara itu, jika penulis rinci kategori para pegiat LPMK bisa dijelaskan sebagai berikut.
1. Menerjemahkan Kebijakan Pemerintah
Selain fokus pada kebutuhan masyarakat, LPMK yang menerjemahkan kebijakan pemerintah. Kompetisi Rodanya Masbagia di Kelurahan Gelangan merupakan modifikasi monitoring Rodanya Masbagia di level komunitas. Dari sini usulan kompetisi memicu pihak RW atau RT untuk semakin produktif. Bagi pemerintah kota dan pemerintah kelurahan, kegiatan ini diharapkan berdampak pada peningkatan kualitas pelaksanaan Rodanya Masbagia.
Tidak hanya Rodanya Masbagia yang dikembangkan LPMK, kebijakan pemerintah seperti Kampung Religi diterjemahkan dalam Kampung Sedekah dan Gebyar Rebana Kampung Religi di Wates. Kelurahan Magelang lebih menghidupkan program Kampung Religi. Sementara Jurang Ombo Selatan sebagai pengembangan atau varian program ini. Program pemerintah Magelang Cantik diusung melalui Program Kampung Hijau dan Rumah Kompos Kedungsari.
2.Berbasis Kebutuhan Masyarakat
Program Pasar UMKM berorientasi pada pembukaan lapang kerja yang diorientasikan peningkatan pendapatan.Kondisi yang sama Program Koin Masyarakat (LPMK Panjang) bagi Pelaku UMKM dimana penguatan dan pengembangan ekonomi produktif. Sementara itu, Program Padat Karya bertujuan memberi bantuan pada masyarakat diusulkan oleh LPMK Kelurahan Rejowinangun Selatan. Juga rintisan Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) yang memanfaatkan saluran air dan sekaligus melakukan konservasi bangunan Tanggul Kalikota dan Renovasi Menara Bengung dan Budidaya Anggur menjadi andalan LPMK Cacaban.
Menerjemahkan kebutuhan masyarakat merupakan adopsi LPMK menggali kebutuhan dari masyarakat sekitar. Seperti organisasi masyarakat sipil, aktor-aktor LPMK mendefinisikan apa yang menjadi kebutuhan warga untuk jangka pendek. Sekalipun program baik tetapi ada catatan kurang Nyawiji dengan pemerintah. Pekan Rebana dan Kampung Sedekah misalnya, inisiatif lokal yang memberdayakan kerja komunitas pada kegiatan berbasis keagamaan. Program sudah terlihat sehingga hanya butuh penguatan saja.
Karakter Usulan LPMK
Berbicara karakter usulan LPMK bisa dianalisa dari banyak aspek. Dari aspek kegiatan, perencanaan LPMK sudah sangat bervariasi dengan mengangkat isu-isu penting lokal sampai global, seperti: sosial (pengembangan kampung seniman, program padat karya), agama (kampung religi, kampung sedekah, gebyar rebana), ekologi (Rumah Kompos Kedungsari, Pengelolaan Sampah Mandiri dan kampung hijau) dan ekonomi (koin masyarakat, rintisan kampung anggur, pengembangan destinasi wisata di era milenial dengan memberdayakan UMKM, pasar UMKM dan wisata tubing).
Dari karakter program terdapat LPMK yang mengusung produktivitas sebuah kelurahan dan ada yang mengusulkan kedermawan dan kepedulian (charity). Produktivitas yang dimaksud yaitu menambah income masyarakat, sedangkan charity menekankan pada pemupukan rasa kepedulian atau gotong royong antarwarga. Bisa penguatan kelompok-kelompok kesenian menjadi salah satu strategi yang melestarikan keguyuban yang dinyatakan oleh warga.
Kemudian jika dilihat dari sisi kedewasaan, ada program baru dan ada yang merupakan program tindaklanjut. Program yang benar benar baru dari nol seperti kampung anggur, padat karya, kampung seniman dan koin masyarakat, sedangkan program tindak lanjut menjelaskan program-program yang sudah berjalan dimana membutuhkan penguatan saja, seperti Kampung Religi, Kampung Sedekah, Rumah Kompos Kedungsari, Pekan Rebana dan Kompetisi Rodanya Masbagia di tingkat Kelurahan.
Program tindak lanjut (follow up) seperti yang diusulkan LPMK Gelangan berupa kompetisi. Aktor-aktor lapang menyadari bahwa program sudah bukan pada tingkatan pemula atau lagi menginisiasi kegiatan, tetapi mencari kelompok yang berkualitas di lingkungan wilayah tersebut.
Sebuah Evaluasi Lomba
- Identifikasi Masalah dengan Usulan
Masih ada usulan program yang abstrak belum sampai pada rencana aksi. Program kurang mewujud sebagai konsep, tetapi sebatas keinginan baik (political will) identik dengan jargon-jargon abstrak, melambung tinggi dan sulit diukur. Bicara kesadaran warga pada pengelolaan sampah dan tanpa diperintah oleh negara itu baik sebagai etika lingkungan, tetapi tanpa menjelma sebagai program, ia akan berhenti pada tataran ide.
Pembangunan partisipatif bagus sebagai isu satu kelurahan sebab menunjukkan sebagai keswadayaan masyarakat, namun tanpa kelembagaan yang baik, akan sia-sia saja. Sekali lagi, kondisi ini bukanlah sesuatu yang salah.Semangat ideologis pelaksana bagus dan penulis bersyukur masih ada warga Magelang bercorak idealis, tapi tanpa program kongkret atau hanya berhenti pada nilai-nilai (values) saja tidak banyak berguna.
Selain itu juga di LPMK yang menawarkan solusi dengan tidak ada kaitan dengan masalah. Tidak ada masalah agama tetapi pengembangan Kampung Religi. Korban pinjaman online dengan kemunculan kampung seniman. Kondisi ini bukan sesuatu yang salah karena ada dimensi minat dan partisipasi warga lain.
Pengetahuan aktor LPMK merupakan pengetahuan beragam. Tidak semua memahami cara membuat program yang efektif atau mengintegrasikan dengan Program Unggulan pemerintah kota. Tidak semua memahami apa itu masalah masyarakat yang mendesak dan apakah yang hanya di level isu saja. Kemudian juga tidak semua aktor memahami identifikasi masalah yang kemudian memformulasikan masalah dimana berakhir sebagai program yang sesuai kebutuhan warga.
2. Pemahaman Pada Kebijakan
Pengetahuan masyarakat menarik karena mampu menangkap kebutuhan warga. Sayangnya banyak bermodalkan akal sehat (common sense) atau dalam Bahasa Jawa “uthak athik gathuk” warga tentang apa yang dilihat, apa yang dirasakan dan dipertimbangkan sebagai persoalan. Kebijakan tidak cukup dengan bermodalkan niat baik, tetapi juga harus diimbangi pengetahuan regulasi. mana program yang bisa didanai dan mana program yang tidak boleh didanai.
Pengetahuan LPMK mengenai hal ini bervariasi. Tidak heran jika ada LPMK yang mengusulkan program padat karya yang dibiayai pemerintah kota. Padat Karya adalah program idola bagi masyarakat, namun tidak mudah mencairkan anggaran APBD.
Kasus yang agak mirip ketika sebelum program direncanakan perlu dikaji semua aspek termasuk dokumen studi kelayakan. Satu contoh studi kelayakan lingkungan pada pemanfaatan saluran air misalnya, benarkah pemanfaatan ini dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial benar-benar diperbolehkan?
- Sinergisitas Program Unggulan Kota
Satu kelurahan yang menginisiasi kegiatan sendiri yang kurang memerhatikan program pemerintah yang sudah berjalan. Bahkan, program baru dibuat tanpa diawali analisa plus, minus dan rekomendasi dari kebijakan yang berjalan. Nah kemungkinan besar bisa muncul bias usulan seperti:
a. Usulan program sama dengan program pemerintah kota.
Seperti pengadaan ambulance yang menjadi salah satu program Kampung Sedekah Jurangombo Selatan mirip Program Jemput Sakit, Antar Sehat (JSAS) yang diselengarakan oleh pemerintah kota. Penilaian yang sama yaitu Program Padat Karya yang diusulkan salah satu LPMK, bukankah sudah dilakukan pemerintah kota melalui dana insentif daerah? Usulan ini bagus dan boleh ketika kapasitas negara harus diback up warga. Salah satu alasan memang karena kapasitas pemerintah tidakj memenuhi.
b.Tidak terintegrasi
Masih ada usulan program yang tidak terkoneksi dengan program pemerintah yang akhirnya eksistensi program LPMK akan lemah. Membuat Pasar UMKM tidak mudah, kenapa tidak terintegrasi dengan program Magelang keren (Kelurahan Entrepreneurship). Sepanjang penulis amati jika tidak terkoneksi dengan program OPD, program komunitas berjalan maksimal lima tahun saja. lha memang warga karakter begitu sedangkan birokrasi memiliki waktu lama karena memang itu kewajiban pemerintah, maka bagusnya integrasi.
c. Kondisi rumit (complicated)
Kasus-kasus seperti peruntukan aset dalam rancangan program LPPMK bisa jadi belum banyak diperhatikan masyarakat. Sejauh penulis ketahui, perencanaan juga melibatkan perencanaan spasial dimana ruang pasti masuk ke dalam bentuk perencanaan ini. Seperti alokasi dana besar atau pembebasan aset di mana membutuhkan pengerahan kerja keras yang tidak mudah. Membuka kawasan sebagai destinasi tidak bisa diatasi oleh pemerintah kelurahan, terlebih hanya kapasitas se level LPMK, maafken..maaf.
4. Tidak mengacu ke channeling Rodanya Masbagia
Disebabkan kurang pahamnya kepada kebijakan, maka akhirnya program berbasis masyarakat tidak terintegrasi dengan 9 program unggulan pemerintah kota. Memang tiga isu utama sudah terlihat dalam usulan program LPMK yaitu Rodanya Masbagia, Kampung Religi dan Peningkatan Ekonomi warga, tetapi tidak sedikit pelaksana lapang yang tidak yakin dengan jumlah dana Rodanya Masbagia.
Apakah karakter seperti ini tidak boleh? Boleh-boleh saja, tetapi pemerintah kota memiliki rencana yang berisi bangunan besar perubahan melalui sistem birokrasi dan kebijakan, lha kalau tidak dimanfaatkan untuk apa?
Keterbatasan LPMK selama ini yaitu membuat program sendiri dengan tidak diawali analisa dan evaluasi ke program-program yang ada. Tidak heran jika tidak ada analisa plus minus dan tidak mampu menyuguhkan imajinasi pilihan-pilihan program. Kondisi makro seperti ini tidak heran melahirkan program pemerintah yang cenderung stagnan dan lambat mengalami kematangan.
Secara umum, kelemahan dan keterbatasan presentasi LPMK bukan aib, justru penulis bersyukur memeroleh gambaran kondisi masyarakat yang sebenarnya. Data-data yang disampaikan mendukung evidence pada setiap kebijakan, apa yang dipikirkan warga ya bukti bukti.
Selain itu data-data membuka evaluasi dan refleksi pemerintah. Kita appreciate, ide-ide LPMK itu brilian, namun membutuhkan tindaklanjut atau penyempurnaan.LPMK masih memiliki tanggung jawab komunitas untuk mengembangkannnya. Program tidak berhenti pada presentasi, tetapi sejatinya pada tindak lanjut sampai seperti tujuan yang diharapkan.
Kondisi Sosiologis Kota
Lomba Administrasi LPMK ini memberi pelajaran penting atas realitas sosial perkembangan terkini Kota Magelang. Kita masih mengira-ira, sejatinya Magelang itu kota apa? Kapitalis atau dan kekeluargaan? Setiap pengambil kebijakan pasti mengharapkan warga yang bisa hidup layak, kota benar-benar “ngrejekeni” warga. Juga, warga di suatu kota kompak.
Terkait model usulan proposal LPMK, harapan panitia setiap LPMK memiliki rancangan kegiatan berkualitas atau sesuai kebutuhan komunitas, tetapi usulan yang terjadi malahan sebaliknya. Kurang kompaknya model program di antara wilayah disebabkan kesenjangan SDM antarwilayah sebagai karakter bervariasi Kota Magelang. Karakter wilayah kampung di Kecamatan Magelang Selatan tidak sama dengan Kecamatan Magelang Utara dimana rata-rata perumahan.
Selain itu Komposisi penduduk yang tidak sama sangat berpengaruh. Misalnya, partisipasi warga di pemukiman yang dihuni rata-rata anak muda tidak sama dengan para aktivis yang rata-rata orang tua atau pensiunan. Cora berfikir anak muda pastilah tidak sama dengan gaya orang-orang paruh baya. Kelurahan yang terdiri dari kampung tidak sama dengan pemukiman yang bermodel perumahan atau pertokoan.
Tidak heran kondisi sosiologis terlihat pada presentasi. Kekompakan dan well prepare dalam teknik presentasi juga menarik. Ada yang hadir 6, 5 tapi ada yang hanya satu orang sebagai wakil LPMK. Kemudian ada yang dominasi perempuan atau laki-laki. Variasi dari sisi teknik dan kekompakan kelurahan. Ada yang benar-benar persiapan matang, memahami substansi “power” dan “poin” juga memahami teknik presentasi efektif.
Karakter sosiologis yang bisa disimpulkan dari kompetisi LPMK ini, sejatinya menguatkan hipotesis penulis bahwa warga mengonstruksi kota sebagai hunian nyaman. Salah satu ciri yaitu minim program program berorientasi cuan.
Dari 17 LPMK yang berkompetisi hanya 5 yang mengangkat isu peningkatan pendapatan, sementara 12 yang lain mengangkat isu agama, sosial dan ekologi. Sekalipun ada program yang berorientasi pendapatan pun, tetapi untuk sampai “ngunduh” butuh proses. Program non ekonomi bukannya tidak baik, tetapi harapan penulis yaitu keseimbangan ada program yang mengarahkan pada Magelang sebagai Kota Produksi atau tidak sekedar hunian yang nyaman, bagi pensiunan. Hunian nyaman bukan masalah, tapi kalau “periuk” Magelang tidak bertambah atau meningka, bagaimana nasib warga yang berusia produktif? kota kurang berkembang. Diakui tidak, semua kota maju ditopang perputaran cuan dalam jumlah yang besar.

Bagaimana Selanjutnya?
Setelah kita analisa lomba dan berikut para peserta kita mulai berfikir rekomendasi. Setelah mempertimbangkan banyak aspek, berikut beberapa rekomendasi yang penulis berikan baik kepada LPMK, Lurah maupun pemerintah kota.
- Tindak Lanjut Ditunggu
Di sini arti penting rencana tindak lanjut yang difasilitasi oleh pemerintah maupun komunitas. Masih ada beberapa LPMK yang melakukan kritik pada efektivitas Rodanya Masbagia, maka untuk LPMK ini perlu diberi penjelasan dan direkrut pemerintah. Selain itu, program LPMK belum terintegrasi dengan Magelang Cantik dan Kampung Religi.
Dari lomba ini pemerintah kota telah mendapat pemetaan persoalan LPMK. Dari Lomba pula akhirnya kita tahu plus minus kelompok dan “kapasitas” komunitas. Pemerintah memiliki target ideal, maka pemetaan ini bisa dimanfaatkan secara baik. Selain itu, bentuk perlakuan yang tidak sama bisa diberlakukan kepada semua LPMK melalui kategorisasi.
a. Pendampingan Usulan LPMK
Seperti LPMK Kemirirejo sudah bagus dengan beritikad membuat pengelolaan sampah mandiri, namun penilaian penulis masih menjadi gagasan abstrak yang identik pada wilayah etika. Semangat mendasar ini perlu diteruskan sampai kepada program yang terukur.
Kondisi sama di LPMK Tidar Utara dimana presentasi menjelaskan tentang pembangunan yang berbasis masyarakat dan partisipatif sudah menjadi modal penting, alangkah baiknya jika tidak berhenti pada elaborasi saja, tetapi menjadi rancangan program yang terukur.
LPMK Kramat Selatan sudah bagus mengeksekusi program-program berbasis “channelling” dengan pihak perguruan tinggi dengan dinas. Program-program sudah terealisasi, hanya saja untuk proyeksi ke depan belum ada rencana yang dibuat. Alangkah baiknya dianalisa per program berjalan dan membuat program yang lebih progresif.
b. Tindak lanjut Usulan
Kreativitas LPMK Cacaban tentang budi daya anggur menjadi menarik. Ide ini sangat kreatif di tengah lesunya ekonomi kota seperti jalan pemuda. Terlebih inisiator telah memiliki pengalaman bisnis. Hanya saja perlu dicari solusi. Pertama, benarkah kelembagaan yang mengeksekusi bisa diharapkan? Dari pola penanaman sampai penjualan sudahkah dipersiapkan? Saat presentasi pengurus berharap terkoneksi dengan Rodanya Masbagia, persoalannya, sepanjang pengurus LPMK bukan pengurus Rodanya akan menemui kesulitan. Selain itu dibutuhkan, penguatan kapasitas untuk mewujudkan kampung kesenian dan UMKM di Rejowinangun Utara sampai menghasilkan out-put dan out-come bagi peningkatan kesejahteraan warga.
c. Dikaitkan dengan Program OPD
LPMK Tidar Selatan merupakan usulan komprehensif dimana berbasis potensi dan kebutuhan komunitas yang menangkap peluang perkembangan Kota Magelang (nantinya) jika jalan tol sudah dibangun di Kota Magelang. Bahkan kelurahan ini berani mengusung kolaborasi dengan investor dan sistem pendanaan CSR. Untuk itu pemerintah perlu mengevaluasi eksekusi pembangunan di kelurahan ini dan bermitra dengan OPD.
Padat karya dijadikan satu dengan program pemerintah yang didanai oleh Dana Insentif Daerah (DID) dari APBN. Sementara itu, LPMK Kramat Utara yang mengusulkan Pasar UMKM sejatinya terobosan berani. Hanya saja, studi kelayakan perlu dibantu oleh pemerintah mengingat lahan yang digunakan bukan aset pemerintah.
Program Ekologi seperti Kampung Hijau di Magersari dan Rumah Kompos Kedungsari dikoneksikan dengan Realisasi Program Magelang Cantik yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Hanya saja perlakuan tidak sama, menurut informasi, program lingkungan di Kedungsari, Kampung Sedekah di Jurangombo Selatan dan Kampung Religi di Kelurahan Magelang sudah berjalan tinggal diintegrasikan atau bahkan ditunjukkan sebagai pelaksanaan Program Magelang Agamis.
- Proaktif
Karakter organisasi berbasis komunitas (community-based organization) seperti LPMK yaitu bergantung inisiatif dan kreativitas warga. Jika warga pas bersemangat maka kegiatan dinamis, tetapi jika pas pasif atau ditabrak urusan yang lain, maka akan stagnan. Di sinilah OPD terkait harus menjemput bola dengan melakukan koordinasi, konsolidasi dan kolaborasi dengan inisiator dan pelaksana program LPMK. Termasuk dalam konteks ini dengan lurah masing-masing. Sementara itu, lurah juga diharapkan mampu mengapresiasi kinerja positif dari LPMK yang menjadi mitranya.
- Arah Konseptual
Lomba perencanaan komunitas ini merupakan kegiatan positif, tetapi sejatinya lomba Administrasi hanya bekerja pada tataran konseptual, namanya rencana atau usulan. Dinas ini juga telah memutuskan bagi para pemenang melalui penilaian sangat obyektif. LPMK pemenang tidak boleh dibiarkan, perlu tindak lanjut, mulai implementasi, evaluasi dan penganggaran (budgetting) sampai melahirkan output sampai outcome seperti yang kita harapkan bersama-sama. Inilah sejatinya kerja-kerja berkelanjutan.
Akhirnya, sebagai catatan, tulisan ini merupakan perspektif dari satu yuri lomba yang sekaligus mewakili analisa sosiologis, masih ada analisa yuri lain dengan pendekatan berbeda. Untuk itu pembaca boleh tidak sepakat dengan penulis. Dalam menemukan model pemberdayaan masyarakat, hal terpenting ada dialog, tukar gagasan dan saling sinau produktif. Mudah-mudahan LPMK se-Kota Magelang menjadi salah satu patriot lokal penggerak demi Kota Kelahiran yang selalu Maju, Sehat, dan Bahagia. (****)
*Penulis adalah Sekretaris Prodi Sosiologi S2 dan S3 Direktorat Program Pasca Sarjana (DPPS) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Jawa Timur dan Tenaga Ahli Pemerintah Kota Magelang di bidang Sosiologi, Pemberdayaan Masyarakat, dan Inovasi Sosial.