Jadikan PSSI dan Suporter Lebih Baik, Ramai-Ramai Rayakan Kompetisi Liga 1 #BolaPemersatuBangsa
Siapa yang tidak tahu apa itu sepak bola? Siapa yang tidak suka sepak bola? Bila pertanyaan itu disampaikan ke masyarakat Indonesia, tentu jawabannya jelas. Semua suka dan mengetahui olahraga yang cukup popular di tanah air tersebut.
Membicarakan sepak bola, tentu sudah melewati batas-batas 100/110/120 x 64/75/90 meter semata. Aspek-aspek menarik di luar lapangan yang berkaitan erat dengan sepak bola, seperti aspek ekonomi, bisnis, sosial, budaya, serta sejarah menjadi hal yang tak kalah menarik juga untuk dibincangkan serta didiskusikan bersama. Sepak bola memiliki banyak cara yang membuat sepak bola itu sendiri mendapatkan ruang yang khusus di hati masyarakat.
Sejarah sepak bola di Indonesia juga mengalami turun naik, pasang surut, baik prestasinya maupun riak-riak pendukungnya. Seperti yang terjadi terakhir di Kanjuruhan Malang, Jawa Timur. Meninggalnya jumlah suporter yang cukup banyak menyisakan kepedihan mendalam. Sejarah kelam itu akan selalu tertoreh dalam sanubari setiap insan di republik ini. Kesedihan menyelimuti kejadian tersebut dan sesudahnya.
Dinamika yang bergulir di tubuh organisasi yang menaungi sepak bola, yakni organisas Persatuan sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) juga tidak kalah menariknya. Pergantian terbaru di mana, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kini menjadi nahkodanya, dengan timnya langsung bergerak. Pembenahan internal berlangsung cepat dan prestasi terbaru ditorehkan timnas berbagai level usia, membuat harapan pada sepak bola kembali membuncah.
Dalam buku yang berjudul “Merayakan Sepak bola: Fans, Identitas, dan Media,” penulis Fajar Junaedi mengatakan, adanya konflik multikultural yang terjadi dalam sepak bola. Dia juga melihat peran anak muda dalam dunia suporter di Indonesia, serta sepak bola yang bisa dijadikan sebagai sebuah city branding.
Di sini, dan memang anak muda memiliki peran penting dalam dunia sepak bola, baik sebagai pemain maupun pendukungnya, yakni dunia suporter di Indonesia.
Di buku lainnya, yang berjudul “Merawat Sepak bola Indonesia,” lagi-lagi Fajar Junaidi yang juga seorang dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini mengakui, kemajuan sepak bola tentu tidak hanya berbicara perihal perbaikan teknis olah bolanya saja.
Menurut lulusan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, ada berbagai aspek melingkupinya yang juga perlu diperbaiki. Mulai dari pembangunan ekosistem industri yang baik, federasi yang sehat, tata kelola klub yang baik, pentingnya keterlibatan pemerintah daerah (pemda) di beberapa kebijakan, dan upaya membuka kesadaran suporter bahwa mereka bukan hanya konsumen dalam sepak bola.
Sedikit sindiran juga dimunculkan, bagaimana persoalan politik masuk dan menggerogoti sepak bola. Memang, sepak bola dan politik sulit dipisahkan, karena dua hal tersebut ibarat dua sisi mata uang logam yang akan terus berkelindan. Saran yang dimunculkan adalah pertama, berupaya memisahkan aura politik dari sepak bola. Baik itu di ranah manajemen klub, maupun dalam internal kepengurusan suporter. Selanjutnya, kedua, melakukan sosialisasi kepada anggota suporter mengenai bahayanya menghubungkan politik dan sepak bola.
Kedua hal tersebut memang perlu dilakukan, Karena hubungan politik dan sepak bola seringkali dianggap sebagai hal wajar dan berujung pada pengabaian karena dianggap bisa membantu finansial klub, dan memang terbukti beberapa klub maju setelah adanya campur tangan politik di dalamnya.
Hubungan politik dengan sepak bola yang dibiarkan bisa berbahaya di kemudian hari. Entah suporternya akan digunakan sebagai alat untuk menggapai tujuan terselubung para elit politik, ataupun klub yang bisa ditinggal kapan saja saat tujuan sudah terpenuhi. Kesimpulannya, dari hubungan kedua elemen tersebut, sepak bola yang akan selalu terkena imbas buruknya. Jadi, yang terbaik adalah menghindari saja.
Sosiolog dari Yogyakarta, Dr. Mukhijab, MA. mengatakan, sepak bola merupakan olahraga paling favorit di Indonesia, yang memiliki basis fans sangat besar dan fanatik. Olah bola sepak itu identik dengan olah raga rakyat, yang bisa dilakukan dengan modal finansial sangat sedikit, asal ada tanah lapang satu-dua petak saja, ada bola, beberapa orang sudah bisa bermain bola bersama,hiburan bersama.
“Karena popularitas dan pendukung besar, sepak bola sangat strategis sebagai medium merajut solidaritas sosial, sosialisasi gerakan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain-lain,” ungkap Mukhijab, yang juga sehari-hari merupakan dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisipol) Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, awal Januari 204 lalu.
Asa membuncah di kala liga kembali bergulir, pasca PT Liga Indonesia Baru (LIB) memutuskan menghentikan kompetisi Liga 1 2022/2023 sebagai imbas dari tragedi di Stadion Kanjuruhan. Menariknya lagi, ada pihak yang mendukung bergulirnya kompetisi dalam negeri tersebut dengan menjadi sponsornya, yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Tentu semua itu, tidak terlepas dari semangat bahwa sepak bola merupakan olah raga pemersatu bangsa #BolaPemersatuBangsa. Dengan harapan, iklim sepak bola yang damai, bersatu, harmonis, tetap dijaga. Tentu saja, bagi BRI, ada harapan lain, yakni bisa menggerakkan ekonomi melalui UMKM. Bagaimanapun, perseroan ini berusaha menjadi #BRIPalingBola.
Seperti diketahui, kompetisi sepak bola teratas di Indonesia BRI Liga 1 musim 2023 – 2024 kembali dimulai pada bulan Juli 2023 ini. Ini ditandai dengan diumumkannya BRI sebagai sponsor utama BRI Liga 1. Saat itu, Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengapresiasi dan mendukung partisipasi BRI menjadi sponsor utama atau titling sponsor BRI Liga 1 untuk musim 2023-2024.
“Kami akan terus meningkatkan kualitas kompetisi kedepannya. Kami telah melakukan sejumlah terobosan untuk meningkatkan kualitas kompetisi, salah satunya adalah penggunaan teknologi Video Assistant Referee (VAR) untuk meningkatkan kualitas pertandingan. Selain itu, PSSI melalui PT Liga Indonesia Baru (LIB) juga mengundang wasit dari Jepang untuk memberi pelatihan wasit,” ungkap Erich Thohir, saat kembali digulirkannya Liga I tersebut.
Bersamaan dengan itu, ET-sapaan akrab Erich Thohir, dirinya mengajak para suporter bersama-sama menjaga kondusivitas sepak bola di Indonesia. Ia selalu mengingatkan para suporter sepak bola di Indonesia agar menjaga keamanan selama bergulirnya BRI Liga 1 musim 2023-2024.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali menegaskan, pihaknya tengah mendorong transformasi sepak bola Indonesia, terutama di dalam tubuh PSSI. Hal utama yang menjadi fokusnya adaah berkaitan dengan governance atau tata kelola agar penyelenggaraan BRI Liga 1 mendapatkan kepercayaan publik.
“Apapun yang dikerjakan, bila publik tidak percaya, maka akan sulit mendapatkan dukungan,” tegas Amali.
BRI Jadi Sponsor Utama
Pilihan menjadi sponsor bukan tanpa alasan. Semuanya sudah diperhitungkan dengan matang, terutama dari sisi bisnisnya. Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan, alasan utama BRI kembali menjadi sponsor untuk tiga tahun berturut-turut tidak lepas dari misi perseroan untuk terus menciptakan economic value dan social value di tengah masyarakat.
Sunarso mengungkapkan pertimbangan BRI menjadi title Sponsor BRI Liga 1 musim 2023-2024. “Sepak bola merupakan olahraga rakyat yang paling digemari di Indonesia bahkan dunia. Tentu saja, ini sesuai dengan profil BRI yang memiliki keinginan melayani masyarakat luas dari berbagai segmen yang tersebar di seluruh Indonesia. Kami menilai, kompetisi BRI Liga 1 menjadi sarana yang efektif dan efisien dalam meningkatkan eksposure layanan dan produk BRI, terutama super apps digital banking BRImo,” jelas lulusan Sarjana Agronomi Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.
Ia memberikan gambaran, bahwa pada 2 tahun terakhir jumlah pengguna BRImo meningkat lebih dari 2 kali lipat. Pada kuartal I tahun 2021 atau sebelum BRI menjadi sponsor liga, jumlah pengguna BRImo tercatat sebesar 11,1 juta user. Kini per Mei tahun 2023, pengguna BRImo menembus angka 27,2 juta user.
“Memperlihatkan bahwa semakin memperkuat posisi BRImo di antara pasar aplikasi mobile banking tanah air,” tegas pria kelahiran Pasuruan Jawa Timur tersebut.
Alasan berikutnya, bagi Sunarso adalah dari sisi ekonomi. Ia memaparkan bahwa survei dari LPEM Universitas Indonesia (UI) pada 2020, perputaran ekonomi dari kompetisi Liga 1 diproyeksikan bisa menciptakan perputaran uang antara R p 2,7 hingga Rp 3 triliun dalam setahun. Berdasarkan hasil riset terbaru yang dilakukan BRI Research Institute pada Juni 2023, penyelenggaraan BRI Liga 1 berpotensi menciptakan perputaran uang (output ekonomi) yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia, hingga mencapai sekitar Rp 9 triliun.
“Dari perputaran uang tersebut, bisa tercipta nilai tambah ekonomi (PDB) sebesar Rp 4,8 triliun, tambahan pendapatan rumah tangga pekerja sebesar Rp 1,8 triliun, potensi pendapatan pajak tidak langsung bagi pemerintah sebesar Rp 721 miliar, serta penciptaan kesempatan kerja sekitar 44 ribu,” ungkap Sunarso.
Berikutnya, alasan BRI menjadi sponsor adalah ada harapan dengan berjalannya kompetisi BRI Liga 1 bisa memberi dampak positif terhadap iklim kompetisi sepak bola nasional, sehingga liga ini mampu mencetak talenta-talenta muda berbakat yang akan mendorong prestasi sepak bola Indonesia di panggung global.
“Seperti yang kita rasakan bersama, euforia keberhasilan Timnas sepak bola U-22 membawa pulang medali emas SEA GAMES Kamboja tidak lepas dari bergulirnya kompetisi BRI Liga 1,” imbuh Sunarso.
Pihak BRI juga optimistis dengan bergulirnya BRI Liga 1 2023-2024 bisa meneruskan momentum positif kebangkitan sepak bola Indonesia.
“Bergulirnya kompetisi BRI Liga 1 musim 2023-2024 bisa menjadi sebuah momentum dalam mengembangkan sepak bola nasional dan ekosistem ekonominya, serta dapat mendorong keberhasilan blue print Transformasi Sepak Bola Indonesia 2023-2045 yang sudah dicanangkan PSSI. BRI siap menjadi bagian dalam transformasi tersebut dan mewujudkan sejarah membawa sepak bola Indonesia bersinar di pentas Dunia,” tegas Sunarso
Sponsor Hadir Agar Lebih Baik
Sebagai sponsor utama Liga 1, BRI tidak tanggung-tanggung memperlihatkan komitmennya terhadap perkembangan sepak bola. Dalam beberapa musim terakhir, BRI selalu hadir untuk mendukung penyelenggaraan kompetisi.
“Sejak lepas dari pandemi, suporter secara bertahap sudah bisa menikmati pertandingan sepak bola di stadion. Aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat pun kembali pulih,” ujar Direktur Utama BRI Sunarso.
Saat ini, BRI Liga 1 2023/2024 sudah berjalan lebih dari setengah musim. Kompetisi dengan tagline #BolaPemersatuBangsa #BRIPalingBola itu akan selesai sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Sementara itu, Dr. Mukhijab, MA melihat masa pendukung sepakbola memang menjadi target pasar oleh BRI dengan memberikan dukungan sponsor atas liga yang bergulir. Adanya basis pendukung besar tersebut, menjadi peluang produk perbankan dan apparel lainnya menjadikan event olah raga ini sebagai ajang promosi produk.
Namun, diingatkan doktor lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut, persoalan prestasi sepak bola yang naik-turun, menjadi masalah tersendiri bagi pengurus sepakbola dalam negeri. Bagaimanapun, lanjut Mukhijab, hadirnya sponsorship tentu ada harapan lebih besar lagi, bisa menjadi pelecut dan mendorong organisasi manajemen sepak bola membenahi organisasinya sebagai bentuk responsobilitas terhadap sponsor.
“Bukan sebaliknya, sponsor menjauh karena terdapat kekurangan profesionalitas penyelenggaraan dan prestas sepak bola. Yang diperlukan sponsor adalah bagaimana massa dalam jumlah besar bisa menangkap pesan kehadiran perbankan nasional terbesar di Indonesia tersebut,” kata mantan wartawan Pikiran Rakyat (PR) Jawa Barat tersebut.
Mukhijab sendiri, mendukung kehadiran sponsor, dalam hal ini BRI dalam kompetisi sepak bola Liga I. Dirinya melihat, BRI memiliki Langkah strategis, yakni pertama, BRI sebagai sponsor utama memiliki target kehadirannya dalam LIGA1 bisa berdampak pada peningkatan popularitas dan komoditas bank ini di mata masyarakat.
Kedua, totalitas peran BRI ini bisa menjadi efek deteren atau penakan bagi penyelenggara kompetisi bola PT LIB untuk menghadirkan kompetisi yang reguler dan profesional, agar penyandang dana eksternal mendapatkan efek positif yang serimbang dengan ekspektasi dan besaran dana yang digelontorkan sebagai sponsor.
“BRI dan lembaga bisnis lainnya perlu tetap hadir sebagai penyandang dana sekaligus pengontrol industri sepakbola nasional. Kehadirannya selain untuk kepentingan promosi produk dari perusahaan, para sponsor juga menjadi penekan organisasi sepak bola dan klub untuk mengelola dan menyelenggarakan sepak bola lebih profesional. Kehadiran lembaga eksternal, termasuk sponsor di lingkungan sepak bola nasional menjadi ekstra-legal dalam menekan stake holder sepak bola mengelola sepakbola lebih baik,” katanya.
Organisasi, Klub, dan Suporter Miliki Potensi Ekonomi
Pada kesempatan tersebut, Mukhijab juga memberikan kritik atas kejadian kerusuhan suporter yang terjadi beberapa waktu lalu. Dari tinjauan sosiologi, dia melihat munculnya kerusuhan karena adanya in group feeling dan in group identity dari para suporter.
“Sepak bola melibatkan massa yang disebut fans atau penggemar. Mereka membangun kesamaan perasaan dalam internal kelompok atau internal in group feeling dalam bentuk mengidolakan klub dan pemain-pemain yang didukungnya. Situasi ini mendorong ikatan yang kuat dalam bentuk solidaritas sesama pendukung dan pendukung yang fanatik terhadap klub beserta pemain yang didukungnya. Fanatisme itu secara disadari maupun tidak disadari membentuk identititas antarmereka atau in group identity. Identitas kelompok yang disertai fanatisme membentuk komitmen, penyamaan simbol, persepsi, dan gerak. Situasi ini mendorong mereka untuk melindungi klub dan pemain serta antarpendukung, dan menyalurkan identitas diri mereka ke eksternal,” katanya.
Karena itu, sebagai sosiolog, Mukhijab menyarankan agar problem manajemen dan habit pendukung, termasuk di dalamnya aksi kekerasan antarpendukung klub sebagai ekspresi fanatisme klub dan pemain yang didukungnya bisa sepenuhnya problem internal organisasi suporter dan habit kekerasan yang melekat pada mereka, harus dikendalikan. Di sisi lain, ia melihat semua itu bagian dari amatirnya manajemen organisasi suporter.
“Suporter di Indonesia belum seluruhnya dikelola manajemen organisasinya dan etika suporter bola belum melekat pada mereka. Sikap mereka menjadi sangat pendek arus, lawan gak boleh mengalahkan klub yang didukungnya. Kalau mereka mengalahkan, ancamannya kekerasan,” kritik Mukhijab habis-habisan.
Terakhir, Mukhijab berharap banyak dari sepak bola. Bagaimanapun, dunia sepak bola sangatlah besar potensinya. Ia melihat, arus massa pendukung sepak bola dalam jumlah besar merupakan potensi bisnis bagi klub. Klub bisa memonetisasi suporter dalam mengkomodisifikasikan simbol-simbol klub, mulai dari jersey, bendera klub, asesori-asesori klub, hingga karcis pertandingan.
“Semua itu merupakan ladang ekonomi dan bisa menjadi ladang bagi klub mendulang ekonomi dari sepak bola. Potensi ekonomi mendatangkan para peminat investor untuk menanamkan modal melalui pendekatan normatif selayaknya proses bisnis yang etik. Meski begitu, ada ancaman lain, yakni potensi investor yang ingin merebut klub dengan cara destruktif seperti menggunakan tangan-tangan yang tidak kelihatan (invisible hand) dari orang-orang bayaran untuk meruksa solidaritas internal suporter dengan konflik maupun merekayasa kerusuhan,” sarannya.
Demikian juga dengan manajamen klub dan organisasi sepak bola dalam hal ini PSSI. Mukhijab melihat, mereka cenderung melihat potensi ekonomi superter sepak bola. Sayangnya, mereka tidak melihat bagaimana mengelola suporter yang profesional, dan masih menjadi slogan dan lips service saja.
“Target mereka baru sekedar bagaimana ribuan sampai jutaan suporter memenuhi tribun stadion, membayar karcis, dan menonton secara tertib. Bagaimana mengelola superter sebagai organisasi profesional dianggap sebagai proses alamiah, profesionalisme suporter menjadi urusan organisasi mereka. Pahadal kualitas sepak bola ditentukan oleh sinergitas klub, suporter, dan organisasi sepakbola (PSSI). Karena itu sinergi lintas elemen sepakbola harus dilakukan,” pungkasnya.(Heru Setiyaka)