Seksi Bahasa Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Adakan Pawiyatan Panatacara

YOGYAKARTA – Pawiyatan Panatacara Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta melalui Seksi Bahasa Sastra menyelenggarakan Pawiyatan Panatacara. Kegiatan ini dilaksanakan secara intensif selama 16 kali pertemuan setiap Rabu malam, mulai 24 April hingga 7 Agustus 2024. Puncaknya, kegiatan tersebut akan diakhiri dengan penutupan wisuda. Adapun lokasi pelaksanaan pawiyatan bertempat di lantai dua Sayap Utara Taman Budaya Embung Giwangan.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Yetti Martanti S.Sos., M.M. saat pembukaan pawiyatan mengungkapkan, penyelenggaraan Pawiyatan Panatacara merupakan salah satu wujud nyata dari upaya pemerintah dalam menjaga, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan lokal, khususnya dalam bidang bahasa dan sastra Jawa.

Baca juga :  Indonesian Heritage Agency Lakukan Revitalisasi Museum Benteng Vredeburg  

“Melalui kegiatan tersebut, kami berharap bisa memberikan ruang bagi masyarakat untuk lebih memahami dan mengapresiasi seni panatacara serta memperkaya khasanah budaya Indonesia,” ungkap Yetty, baru-baru ini (24/4/2024).

Tahun 2024 ini, Pawiyatan Panatacara menyediakan kesempatan bagi 20 orang warga Kota Yogyakarta. Para peserta terseleksi dari ratusan pendaftar. Mereka sudah memenuhi kriteria yang ditentukan. Yakni, warga yang ber-KTP Kota Yogyakarta, dan usia maksimal 45 tahun (pria dan wanita). Mereka juga harus memiliki komitmen mengikuti program hingga selesai yang disertai surat pernyataan. Sebagian peserta memiliki latar belakang praktisi panatacara/pambagyaharja pemula yang sudah terbiasa ngemsi di wilayah kampungnya.

Kegiatan ini menggandeng panatacara professional sebagai narasumber, yakni Faizal Noor Singgih dari Paguyuban Panatacara DIY dan Tri Handoko Putro dari Paguyuban Panatacara Yogyakarta cabang Kota Yogyakarta. Selama 16 kali pertemuan ke depan, peserta dibekali materi seputar sangune panatacara, dhasar panatacara, busana, panatacara umum lan pambagyaharja, bab lamaran, bab manten, boyong manten, dan lelayu/sripah.

Pawiyatan tidak hanya diselenggarakan dengan metode ceramah saja, namun juga praktik. Harapannya, peserta bisa mengambil manfaat sebanyak mungkin dari program ini. Kemudian, mereka menerapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Yetti Martanti juga menyampaikan, selain memberikan kesempatan mengembangkan keterampilan berbahasa Jawa, menjadi seorang panatacara atau MC juga memiliki nilai penting dalam konteks sosial kemasyarakatan. Kemampuan berbicara di depan umum, mengatur acara dengan baik, serta membangun interaksi yang positif dengan beragam orang adalah keterampilan yang sangat berharga dalam berbagai bidang profesi dan juga kehidupan sehari-hari.

“Menjadi seorang panatacara juga dapat membuka peluang kerja yang luas. Baik sebagai MC acara formal maupun informal, sehingga memberikan kontribusi yang nyata bagi kemajuan karier dan penghidupan,” pungkas Yetti.(Heroe)