Yogyakarta Royal Orchestra Tampil pada Selebrasi Penetapan Hari Penegakan Kedaulatan Negara

YOGYAKARTA – Berdasarkan Keputusan Presiden RI Joko Widodo No.2/2022 yang dikeluarkan 24 Februari 2022, tanggal 1 Maret ditetapkan sebagai Hari Besar Nasional dengan nama Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN). Selebrasi dilakukan pada Rabu (30/03/2022), pukul 19.00 WIB di Istana Kepresidenan Yogyakarta dan dimeriahkan penampilan Yogyakarta Royal Orchestra (YRO) dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Agenda selebrasi tersebut merupakan bentuk kerja sama Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai pemrakarsa usulan, serta Kemenpolhukam, Kemensetneg, Kemenhan, Kemensos, Kemenkum HAM, dan Kemendikbud Ristek.
Ada enam repertoar musik yang akan dibawakan YRO dalam selebrasi tersebut. Mulai dari Indonesia Pusaka, Tanah Airku, Sepasang Mata Bola, Mars Jogja Kembali, Jogjakarta, dan Himne Serangan Umum 1 Maret.
“Khusus untuk Selebrasi Hari Penegakan Kedaulatan Negara ini, Ngarsa Dalem memberi dhawuh untuk mencipta satu bentuk lagu, sehingga terciptalah Himne Serangan Umum 1 Maret ini yang menjadi Yasan Dalem Enggal Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan terinspirasi dari peristiwa bersejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut. Himne ini diciptakan untuk format choir dan orkestra, dengan lirik berbahasa Jawa yang terinspirasi dari Sekar Macapat Durma,” jelas KPH Notonegoro, Penghageng (Pimpinan) Kawedanan Hageng Punakawan Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, sebagai divisi yang menaungi YRO, Rabu (30/03/2022).
KPH Notonegoro meneruskan, Himne Serangan Umum 1 Maret diciptakan untuk format choir dan orkestra, mengambil konsep perpaduan idiom musik Jawa yaitu Laras Pelog Patehet Barang dengan medium musik klasik Barat.
“Nuansa dalam lagu ini dibangun dengan maksud untuk menyampaikan rasa cemas, haru, tertantang, geram, dan bercampur rasa nasionalisme yang pada saat itu dirasakan para pemimpin bangsa Indonesia dan seluruh pejuang yang tengah membela kedaulatan negara pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949,” imbuh KPH Notonegoro.
Penetapan 1 Maret sebagai Hari Besar Nasional melalui proses panjang. Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY memulai usulan penetapan sejak tahun 2018. “Peristiwa Serangan Umum 1 Maret tersebut dinilai memiliki makna penting bagi penegakkan dan pengakuan kedaulatan negara baik dari dalam maupun dari luar, karena peristiwa ini membuka mata dunia internasional bahwa Indonesia masih ada dan mampu memberikan perlawanan kepada Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi.
Serangan tersebut, lanjut Dian, membuka jalan dilakukan pembahasan kembali kedudukan Indonesia yang menyatakan diri merdeka, tetapi pada sidang keamanan PBB tidak diakui Belanda dan belum mendapatkan pengakuan luas dari negara-negara lain. Kedaulatan ke dalam hal ini berkenaan dengan kembalinya negara federal kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dahulunya terpecah menjadi negara federal bentukan Belanda.
Perbedaan serangan tersebut dengan serangan yang lain adalah sisi momentum yang tepat, di mana akan diselenggarakan sidang PBB, sehingga bisa memberikan penguatan perjuangan diplomasi Indonesia di ranah internasional. Serangan umum ini menjadi dasar politik dan diplomasi untuk menghentikan rangkaian upaya sepihak dari Belanda, untuk tidak mengakui kedaulatan Indonesia yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, yang ditandai dengan Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II serta pelanggaran terhadap Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Renville.
Serangan Umum 1 Maret 1949 ini adalah peristiwa nasional yang melibatkan berbagai komponen bangsa (di antaranya para Laskar Sabrang yang berasal dari Sumatera, Sulawesi, dan Bali), rakyat biasa, pelajar, pejuang, keraton, TNI, dan Kepolisian, sehingga menjadi satu kesatuan untuk menunjukkan penegakan kedaulatan negara setelah proklamasi.
“Peristiwa Serangan Umum ini merupakan rangkaian panjang dari peristiwa-peristiwa sejarah yang mendahului dan mengikutinya, sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, sampai dengan pengakuan kedaulatan negara oleh Belanda dan kembalinya tekad komponen bangsa untuk meninggalkan federalisme kembali ke NKRI,” tegas Dian.
Rangkaian tersebut diawali saat Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Negara Republik Republik Indonesia di Jakarta pada 17 Agustus 1945. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengangkat dan menetapkan Soekarno sebagai Presiden RI dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI, serta mengesahkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Momen selebrasi tersebut bertujuan sebagai sarana sosialisasi tentang HPKN. Diharapkan, HPKN beserta tujuan dan semangatnya bisa tersampaikan dengan baik pada kementerian dan lembaga terkait, serta para stakeholders, sebelum disosialisasikan lebih lanjut pada masyarakat yang lebih luas. Harapannya, dengan kegiatan ini, HPKN bisa semakin dikenal masyarakat dan menjadi semangat memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Adapun Serangan Umum 1 Maret 1949 terjadi saat Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta (4 Januari 1946-28 Desember 1949), di mana Istana Kepresidenan Yogyakarta merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan kediaman resmi/ istana kepala negara. Saat ini, juga berfungsi sebagai kediaman Presiden RI saat melakukan lawatan ke Yogyakarta. KBerdasarkan keterikatan, fungsi dan sejarah yang menyertai, Istana Kepresidenan Yogyakarta dijadikan sebagai lokasi pelaksanaan selebrasi penetapan HPKN.(redaksi)