Kundha Kabudayan Dukung Macapat Tatag Teteg Tutug di Taman Pintar Yogyakarta

YOGYAKARTA – Bersamaan dengan perayaan HUT ke-76 Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta juga digelar pertunjukan Macapat Tatag Teteg Tutug di Hall Phytagoras, Taman Pintar Yogyakarta. Pertunjukan tradisional ini digelar selama tiga hari, mulai Senin (20/5/2023) hingga Rabu (31/5/2023).
Pertunjukan Macapat kali ini bertema Tatag Teteg Tutug, dengan harapan bisa menumbuhkan mental yang kuat di kalangan masyarakat Yogyakarta, terutama dalam hal pelestarian budaya. Ini juga bisa diartikan kuat mental menjalani tantangan, konsisten untuk terus teguh dalam pendirian dan tanggung jawab sampai tuntas dalam mengerjakan sesuatu.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Yetti Martanti SSos MM mengatakan, selama ini macapat menjadi kekayaan intelektual masyarakat Jawa yang perlu dipertahankan dan diselaraskan dengan perkembangan zaman. Ini pula yang menjadi alasan Kundha Kabudayan rutin menggelar agenda ini.
“Sejak awal kemunculannya, berbagai jenis tembang macapat dan cara pelantunannya sudah kasarira (embody) dalam kehidupan sehari-hari. Kakek-nenek moyang kita tidak perlu usaha keras menghafalkan dan mempelajari macapat, baik struktur metrum maupun pola pelantunannya. Macapat menjadi nafas keseharian dan sesuai dengan irama hidup orang Jawa. Tidak mengherankan, jika zaman dahulu, sering kita temui orang bekerja sambil rengeng-rengeng atau bersenandung,” kata Yetti, Senin (29/5/2023).
Sebanyak 200 pelestari sastra lokal Macapat melantunkkan donga tolak bala dalam bentuk tembang pangkur, serat piwulang patraping gesang dalam bentuk tembang dhandhangula, kinanthi, dan mijil serta gendhing-gendhing dolanan. Seperti ilir-ilir, gundhul-ghundul pacul, lancaran milangkori, lancaran kuwi apa kuwi, dan lancaran mbok-ya mesem. Kemudian, dilanjutkan Pandonga Murih Raharjaning NKRI, ditutup dengan Sekar Pangkur Segara kidul. Seperangkat gamelan akan ditabuh pengrawit mengiringi lantunan tembang pada Gelar Macapat tersebut.
Mereka berasal dari paguyuban macapat di 14 Kemantren di Kota Yogyakarta. Menariknya, mereka hadir mengenakan busana tradisional gagrak Ngayogyakarta jangkep, surjan/kebaya lurik, kain jarik, lengkap dengan keris dan blangkon motif Yogyakarta.
Hadir sebagai narasumber dari Kraton Yogyakarta KMT Projo Suwasana dan KMT Wijaya Pamungkas. Sedangkan dari Puro Paku Alaman Mas Ngabehi Citropanambang, serta Dr Ratun Untoro MHum dari Balai Bahasa DIY.
Ratun Untoro mengapresiasi agenda gelar macapat tersebut. “Bentuk perhatian, dukungan, dan keterlibatan Pemkot Yogyakarta dalam pembinaan, pelindungan, dan pelestarian macapat,” katanya.
Menurut Ratun, saat ini macapat menjadi ilmu yang dipelajari struktur dan pola pelantunannya. Karena menjadi ilmu, ia perlu terus dipelajari dan dipraktikkan berulang-ulang, baik saat formal maupun informal.
“Pergeseran macapat dari nafas kehidupan menjadi ilmu pengetahuan bisa dipandang sebagai keunggulan sekaligus kelemahan yang perlu kita pikirkan Bersama,” pungkasnya.(Sekarlangit)