Dinas Kebudayaan Sosialisasikan Warisan Budaya Cagar Budaya di KCB Pakualaman Kota Yogyakarta

YOGYAKARTA – Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta menggelar sosialisasi warisan budaya cagar budaya dan panduan arsitektur bangunan di Kawasan Cagar Budaya (KCB) Pakualaman. Sosialisasi dilakukan dengan mengundang para pemilik/pengelola/penanggung jawab bangunan warisan budaya dan cagar budaya, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) di wilayah KCB Pakualaman, lurah dan mantri pamong praja yang ada di KCB Pakualaman dan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, di Hotel Jambuluwuk Kota Yogyakarta, Senin (12/6/2023).
Pada kesempatan tersebut, narasumber yang dihadirkan adalah Bambang Anjar Jalumurti SPi yang merupakan Anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Yogyakarta Ir Aman Yuriadijaya MM, dan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Yogyakarta Y. Benny Kristiawan ST MSc. Mereka membagi pengetahuan soal bagaimana pengembangan kawasan cagar budaya yang tetap menjaga karakter kawasan.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Yetty Martanti SSos MM mengatakan, penyelenggaraan sosialisasi tersebut penting untuk dilakukan.
“Sosialisasi bertujuan menyebarluaskan informasi mengenai pelestarian dan perawatan bangunan baik yang berstatus warisan budaya maupun cagar budaya yang dimiliki masyarakat. Hal ini tidak lepas bahwa masyarakat sebagai pemilik bangunan WBCB merupakan ujung tombak pelestarian bangunan-bangunan ini. Dan juga dalam setiap pembangunan diperlukan penyesuaian fasad bangunan agar selaras dengan kondisi di KCB,” kata Yetti.
Menurutnya, kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan sebagai sarana publikasi mengenai aturan-aturan arsitektur bangunan di KCB bagi masyarakat yang akan melakukan kegiatan pembangunan atau konstruksi.
“Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) memiliki tim ahli (TP2WB) yang bertugas memberikan arahan dan rekomendasi bentuk fasad bangunan yang akan didirikan. Masyarakat bisa bertanya dan berkonsultasi kepada tim tersebut dan tentunya tidak dipungut biaya,” tegas Yetty.
Sedangkan Sekda Kota Yogyakarta Ir Aman Yuriadijaya MM mengatakan, KCB merupakan aspek penting dari keistimewaan di Yogyakarta. “Hampir 60% luas wilayah yang ada di Kota Yogyakarta merupakan Kawasan Cagar Budaya, sehingga tata ruang yang ada ini dianggap istimewa dan menjadi modal bagi pertumbuhan pembangunan dan perekonomian. Perlindungan cagar budaya dan pertumbuhan perekonomian harus diharmonisasikan. Pelestarian cagar budaya harus dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan masyarakat Yogyakarta. Karena, Yogyakarta memiliki potensi pelestarian cagar budaya berbasis kawasan, sehingga dua aspek perlindungan cagar budaya dan pertumbuhan ekonomi tidak dipertentangkan,” imbuh Aman.
Ia menambahkan, semua itu bisa dijalankan dengan penguatan aspek-aspek yang ada di dalam KCB. “Harmonisasi kedua aspek tersebut bisa dilakukan dengan penguatan ekosistem. Semua stakeholder yang ada di dalam Kawasan Cagar Budaya didorong untuk melakukan kolaborasi dan komunikasi yang berkesinambungan. Sehingga ditemukan cara-cara efektif untuk tetap melestarikan Cagar Budaya dan meningkatkan perekonomian,” katanya.
Bambang Anjar Jalumurti dari Komisi D DPRD Kota Yogyakarta menegaskan, sesuai dengan undang-undang dan aturan-aturan mengenai cagar budaya, semua kegiatan pelestarian haruslah berujung pada kesejahteraan masyarakat.
“Semua itu menjadi tanggung jawab bersama, bahwa pengembangan cagar budaya bisa juga mensejahterakan. Peningkatan ekonomi bukanlah tujuan utama pada pelestarian cagar budaya, namun efek positif atas lestarinya cagar budaya,” tegas Bambang.
Setiap pengembangan cagar budaya yang dilakukan harus sesuai aturan yang berlaku. Menurutnya, aturan mengenai perlindungan dan pelestarian mengenai cagar budaya, dirasa sudah cukup lengkap dan kuat. Sehingga setiap orang yang ingin melakukan pengembangan, pelestarian, dan pemanfaatan cagar budaya harus mematuhinya.
Benny Kristiawan, narasumber dari Tim Ahli Cagar Budaya Kota Yogyakarta memaparkan soal strategi pengembangan dan pelestarian KCB yang selama ini dilakukan bersama Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Menurutnya, KCB bisa dilestarikan salah satunya dengan mempertahankan citra kawasan yang memiliki ciri gaya arsitektur yang berbeda-beda.
“Di wilayah Kota Yogyakarta terdapat empat kawasan cagar budaya yang memiliki gaya arsitektur yang berbeda-beda di tiap kawasan. Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 40 tahun 2014, KCB Pakualaman memiliki gaya arsitektur Tradisional Jawa atau Indis. Hal ini dilandasi sejarah Pakualaman yang dipengaruhi keberadaan Kadipaten Pakualaman dan sebaran WBCB yang bergaya arsitektur Indis atau Tradisional Jawa, sehingga bangunan baru yang berada di KCB Pakualaman direkomendasikan untuk mengikuti gaya arsitektur tersebut,” tegas Benny.
Dengan diselenggarakannya kegiatan sosialisasi ini diharapkan masyarakat secara umum dan pemilik bangunan WBCB untuk bisa mengetahui kaidah-kaidah pelestarian dan perlindungan cagar budaya yang ada.
Hal ini sebagai modal dasar masyarakat untuk terus meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberadaan bangunan-bangunan bersejarah tersebut. Bangunan-bangunan ini terus didorong agar bermanfaat bagi masyarakat yang tentunya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Selain itu juga masyarakat diharapkan agar lebih memperhatikan citra Kawasan Cagar Budaya Pakualaman. Harapannya, dalam setiap kegiatan pembangunan bangunan baru mematuhi kaidah atau panduan arsitektur yang ada, sebagaimana yang disampaikan pada sosialisasi tersebut.(Sekarlangit)