Langkah Jitu LPS, Edukasi Literasi Menabung dengan Gandeng Gerakan Pramuka
Saat kita mendengar ada orang masih menyimpan uangnya di bawah bantal, tentu terasa janggal dan aneh. Hari gini, kok ya masih ada yang melakukan aktivitas menyimpan uang seperti itu. Eh, jangan salah, kalau lebih jeli melihat fakta di masyarakat, masih banyak orang Indonesia yang mempertahankan hal tersebut.
Tahun 2022 lalu, seorang penjaga SD Negeri Lodjiwetan, Solo, Jawa Tengah bernama Samin (53 tahun), harus menelan pil pahit, karena uang tabungan sebesar Rp 50 juta rusak dimakan rayap. Kejadian uang dimakan rayap, bukanlah pertama kali terjadi.
Ada kisah lain yang juga tidak kalah mengherankan. Namanya Hj Daryati (70 tahun), dia tinggal di lereng Merapi, tepatnya di sebuah Desa Ngadipuro, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Perempuan ini adalah seorang petani. Dari gelarnya, seorang hajjah, tentunya sebelum naik haji, proses mendaftarkan haji hingga keberangkatannya, pastilah memiliki tabungan di bank. Artinya, Daryati sudah mengenal dan memanfaatkan jasa layanan perbankan. Sampai di sini, tentu tidak ada yang aneh.
Begitu usai berhaji dan kembali ke kehidupan sehari-hari, bertani, dia tidak lagi memanfaatkan jasa perbankan. Dia kembali menyimpan uangnya di tas dan ditaruh di antara tumpukan baju. Memang, bukan di bawah kasus atau di bawah bantal sih, namun tidak jauh dari model menyimpan uang di bawah bantal atau kasur. Aktivitas menyimpan uangnya di rumah dan tidak di bank. Terus, kalau dia menerima kiriman uang dari anaknya yang dari luar kota, seperti apa? Beruntung, anak-anaknya memanfaatkan jasa layanan dari Agen BRILink, dan sang ibu bisa mengambil melalui jasa Agen BRILink yang ada di dekat tempat tinggal si ibu.
Lain lagi dengan cerita dari Zulham (31 tahun). Pria yang tinggal di Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur ini juga mengaku, bahwa dirinya tidak memiliki rekening tabungan. Dia masih menyimpan uangnya di tumpukan baju yang ada di rumahnya. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai terapis ini memilih tidak memiliki tabungan di sebuah bank. Demikian pula untuk pembayaran jasa kerjanya, dia masih menerapkan sistem cash alias bayar tunai.
Tentu ini membuat kita terbelalak. Seorang yang tinggal di ibukota saja, masih memilih tidak menabung di bank, namun lebih memilih menabung di rumahnya. Padahal, dia memiliki sejumlah uang tabungan, yang dia sisihkan untuk hari tuanya.
Zulham juga mengakui, teman sesama terapisnya kebanyakan memiliki rekening tabungan, untuk menambung pemberian dari orang-orang yang memanfaatkan jasa servis-nya. Sebagai terapis atau tukang pijat totok punggung, banyak dari teman-temannya yang sudah memanfaatkan model pembayaran lain selain cara tunai. Mereka ada yang sudah memilih pembayaran jasa dengan memakai system transfer melalui perbankan, ada yang memanfaatkan pembayaran melalui OVO, Dana, atau ada juga yang memanfaatkan QRIS alias Quick Response Code Indonesian Standard. Ini menandakan bahwa ada yang sudah merespons, cara-cara pembayaran modern, dan sudah meninggalkan cara kuno atau bayar cash. Namun, bukan berarti cara kuno sudah hilang. Bahkan, orang yang ada di ibukota Jakarta saja, masih memilih cara itu.
Dari cerita tersebut memperlihatkan bahwa, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal tersebut juga diakui oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bahkan, pada Juli 2023 lalu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengakui bahwa indek literasi keuangan masih di angka 49 persen dan berharap target pada akhir tahun 2023 bisa mencapai 52 persen atau 53 persen. Semua target yang membutuhkan upaya dan kerja yang sangat keras.
Tidak heran, OJK dengan semua pihak terkait, termasuk pemerindah daerah (pemda) melalui edukasi keuangan kepada kelompok pelajar dan mengambil tajuk ‘Ayo Menabung agar Anak Indonesia Bangkit Bergerak, Maju Serentak, Selamanya Berdampak’.
OJK melalui Kiki-sapaan akrab Friderica Widyasari Dewi menyadari, langkah menjalankan program bagi anak- anak Indonesia, bagaimana menabung sejak dini harus terus digaungkan. Karena, kalau melihat anak- anak sekarang, mereka digempur dengan berbagai godaan untuk konsumtif.
Soal literasi keuangan yang rendah juga diakui pihak Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa pernah menyatakan bahwa literasi keuangan masyarakat di Indonesia masih rendah. Akibat dari terbatasnya pengetahuan masyarakat untuk menempatkan uang tabungannya secara aman. Sehingga, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan masih rendah. Bagaimanapun, tingkat kepercayaan masyarakat kepada bank itu tergantung kepada literasi keuangannya juga.
Sejauh ini, LPS juga terus berupaya menyampaikan pengetahuan terkait pentingnya menabung di bank karena lebih aman dan dijamin LPS. Misalnya, dengan melaksanakan sosialisasi dan publikasi kepada masyarakat luas mengenai tugas dan fungsi LPS kepada masyarakat, baik secara langsung maupun menggunakan berbagai platform komunikasi dan informasi yang LPS miliki.
Menurutnya, sudah saatnya masyarakat paham bahwa menabung di bank itu lebih aman karena dijamin oleh LPS, daripada berisiko hilang atau rusak karena berbagai sebab, lebih baik simpan di bank.
Beberapa waktu lalu, Purbaya Yudhi Sadewa mengajak seluruh Pramuka Indonesia agar melakukan budaya menabung. Selain itu, Pramuka juga wajib berpartisipasi dalam mengedukasi masyarakat akan pentingnya menabung bank.
Purbaya melihat, Pramuka merupakan agen perubahan di masyarakat memiliki peran penting, khususnya dalam mengedukasi masyarakat bahwa menabung di bank aman di jamin LPS. Pada ujungnya, diharapkan tidak ada lagi kasus-kasus seperti uang yang ditabung di bawah bantal atau kasur terus dimakan rayap atau tabungan yang hilang karena di simpan di bawah bantal.
Pilihan menggandeng Pramuka pada peringatan Hari Indonesia Menabung tahun 2023 juga menarik, karena jumlah Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega dengan rentang usia 16 – 25 tahun sangat banyak di Indonesia. Acara kegiatan Hari Indonesia Menabung di Bumi Perkemahan Pramuka, Cibubur, Jakarta Timur saja, melibatkan peserta pramuka sekitar 25.000 orang. Mereka berasal dari seluruh Indonesia. Sebuah angka yang cukup fantastis.
Tidak Salah Menggandeng Pramuka
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, menabung di bank merupakan salah satu bentuk kegiatan dakan meningkatkan inklusi keuangan nasional. Dengan meningkatnya inklusi keuangan, akan mendukung pendalaman pasar keuangan dan stabilitas keuangan nasional.
Pada puncak peringatan Hari Indonesia Menabung yang digelar LPS, OJK, serta menggandeng Pramuka, tema yang diangkat adalah KEJAR Prestasi dan Bangun Generasi Kita (KREASIBANGKIT).
Tentu pilihan menggandeng organisasi Pramuka bukan tanpa alasan. Melihat jumlah pramuka di Indonesia, potensi dan harapan besar digantungkan pada Pramuka, untuk ikut berpartisipasi menyebarkan literasi dan edukasi soal perbankan pada generasi muda.
Menurut laporan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kwarnas Gerakan Pramuka, merujuk dari situs https://pramukaku.com/, jumlah anggota gerakan pramuka di Indonesia sebanyak 25,27 juta orang pada 2020. Jumlah ini terdiri dari 24,01 juta anggota muda/peserta didik (95,02%) dan 1,26 juta anggota dewasa (4,98%).
Sebagian besar anggota muda/peserta didik gerakan pramuka di tanah air masuk golongan penggalang yang berusia 11-15 tahun. Secara rinci, ada 5,65 juta anggota putra dan 5,61 juta anggota putri.
Adapun, anggota muda pramuka terbanyak, berikutnya masuk golongan siaga atau berusia 7-10 tahun. Ini terdiri dari 4,46 juta anggota putra dan 4,38 anggota putri. Sementara, jumlah anggota muda/peserta didik yang masuk ke golongan penegak berusia 16-20 tahun dan pandega berusia 21-25 tahun jauh lebih rendah. Ini disebabkan karena secara umum kegiatan pramuka lebih banyak dilakukan saat di bangku SD dan SMP.
Dari situ, menunjukkan, rasio antara anggota muda/peserta didik dengan pembina pramuka secara nasional sebesar 1:23. Artinya, satu orang pembina membimbing 23 anggota muda/peserta didik. Angka rasio ideal antara pembina dan peserta didik sebenarnya 1:15.
Gerakan pramuka dimulai sejak sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi (PT). Gerakan Pramuka merupakan satu satunya organisasi kepanduan resmi di Indonesia. Adapun jumlah total anggota di atas, berdasarkan dari 26 Kwarda yang mengikuti Rakernas pada tahun 2021.
Di satu sisi, jumlah yang besar dengan dominasi anak muda, pramuka menjadi sebuah Gerakan yang bisa dimanfaatkan untuk hal positif dalam mendukung program pemerintah, termasuk dalam hal menabung. Dominasi anak muda, di mana mereka masuk dalam generasi milenial atau generasi Z, tentu saja tidak lepas dari kebiasaan mereka mengakses, memanfaatkan internet, dalam hal ini lebih pada media sosial.
Penelitian dari Simon Kemp dalam ‘Digital 2021: Indonesia’ yang dipublikasikan pada 11 Februari 2021 menyebut bahwa di Indonesia, pengguna media sosial sebanyak 170 juta user dari 202,6 juta pengguna internet. Yang lebih mengejutkan lagi, 99,1 % pengguna media sosial Indonesia mengaksesnya melalui ponsel. Ini berarti, betapa besarnya peran penetrasi ponsel terhadap pengguna media sosial Indonesia.
Buku berjudul: Medsos, di antara Dua Kutub, tulisan Budi Gunawan dan Barito Mulyo Ratmono, dua petinggi Badan Intelijen Nasional (BIN) menyebut jumlah akun media sosial yang dimiliki pengguna internet Indonesia lebih tinggi dari rata-rata dunia, yakni 104 akun per pengguna internet. Demikian pula dengan durasi mengakses media sosial juga lebih lama dari rata-rata dunia, yakni selama 3 jam 14 menit. Apakah hal tersebut merupakan sebuah kelemahan atau justru menjadi kelebihan. Tentu saja bagaimana kita memanfaatkannya.
Bagai pedang bermata dua, kelebihan dan kekurangan dari kehadiran media sosial patut diwaspadai untuk meminimalkan hal buruk dan mendukung hal baik.
Presiden RI Joko Widodo pernah menyampaikan himbauannya, agar kaum muda lebih bijak dalam bersosial media. “Gunakan media sosial itu untuk perubahan yang baik. Mengubah pola pikir, mindset, paradigma, sehingga manfaat keterbukaan, manfaat digitalisasi, digital ekonomi, betul-betul memberi manfaat pada bangsa dan negara kita,” ujar presiden.
Selain itu, Jokowi-sapaan akrab Joko Widodo juga mengingatkan, agar tidak mengeluarkan hal negatif dan hoax di media sosial. “Jangan sampai yang muncul di media sosial ujaran kebencian, ujaran fitnah, hoax, dan saudara-saudaranya, ya saudaranya hoax. Ini penting karena teknologi yang ada sekarang ini harus diikuti oleh standar moralitas yang tinggi,” tegas Jokowi.
Pemilihan Bank Berdasar Aspek Peer Support Teman
Dalam menjalankan bisnis perbankan yang dibutuhkan adalah konsep kepercayaan. Kepercayaan bank kepada nasabah peminjam, berupa keyakinan bahwa nasabah tersebut mampu membayar atau melunasi hutangnya tepat waktu, sesuai perjanjian awal di antara kedua belah pihak.
Selain itu, bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat akan mejembatani potensi dan sumber-sumber dana yang dimiliki masyarakat dengan berbagai kegiatan ekonomi/ pembangunan.
Pengelolaan bisnisnya harus berdasarkan pada norma perbankan yang sehat, tetap memperhatikan unsur sebagai agen pembangunan serta sebagai lembaga penghubung (perantara) keuangan yang dapat dipercaya masyarakat, sehingga dengan demikian mereka harus menjauhkan diri dari spekualtif. Tuntutan seperti itu mengingat bisnis perbankan melibatkan dana masyarakat, serta bisnis yang berjangka panjang dengan melandaskan pada kepercayaan masyarakat.
Pengamat Psikologi dari Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) Jakarta Nurdin Adiyansah MPsi mengatakan, dalam menjalankan bisnis perbankan, ada beberapa prinsip yang dipegang. Yakni, kredibilitas (dapat dipercaya), reliabilitas (dapat dihandalkan), integritas atau ada kesesuaian antara apa yang dikatakan dan dilakukan alias ada konsistensi.
Itu dari sisi pelaku perbankan. Sedangkan dari sisi lain, yakni nasabah, tentu saja selain mempercayai bank yang dipilih, bagi generasi muda, mereka memilih berdasar pada seseorang atau tokoh yang menjadi rujukan atau idolanya.
Prinsip kepercayaan, ada yang mengaturnya. Yakni, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 29 Ayat 4, berbunyi kepercayaan sebagai keinginan bank menggantungkan kepercayaan kepada nasabah.
Demikian pula bagi anak muda yang tertarik memilih bank atau mendaftar jadi nasabah sebuah bank, dalam pengambilan keputusannya, mereka berdasar pada masukan dari teman dekatnya. “Pada sebagian besar anak muda, sangat dipengaruhi oleh aspek peer support atau teman sebaya yang mendukungnya. Ini berlaku buat banyak hal, termasuk memilih bank yang dipilih,” ungkap Nurdin yang juga Kepala Program Studi (Kaprodi) Neuro Psikologi UICI ini.
Masih menurut Nurdin, berdasar penelitian dari Berndt (1999) memperlihatkan perkembangan individu akan terbantu apabila anak memiliki teman yang secara sosial terampil dan bersifat suportif. Karena itu, pentingnya teman sebaya bagi temaja antara lain tampak dalam konformitas remaja terhadap kelompok sebayanya, konformitas terhadap teman sebaya dapat berdampaok positif dan negatif.
“Pilihan dari LPS untuk menggandeng Pramuka sangat sesuai dengan tinjaun psikologis anak muda, soal peer support tersebut. Jumlah anggota yang besar, dan peran mereka sangat strategis dalam mendorong sesama anggota pramuka lain, juga teman-teman sebayanya, teredukasi soal menabung,” tegas Nurdin yang juga CEO Biro Psikologi Metamorfosa ini.
Lulusan Pascarsarjana Magister Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta ini meyakini, Langkah LPS patut dilakukan secara kontinue dalam mengkampanyekan literasi keuangan. Langkah menggandeng Pramuka tidak boleh berhenti di situ. LPS dan lembaga terkait lainnya wajib melakukan Langkah serupa dengan menggandeng organisasi, komunitas, serta lembaga lain.
Semisal, katan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Banser, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Mahasiswa Katolik (IMKA), komunitas motor, komunitas sosial, komunitas religi, komunitas ekosistem lingkungan, komunitas hewan, komunitas minat dan hobi, komunitas kearifan lokal, komunitas penelitian, kelompok petani, nelayan, kelompok lain, serta masyarakat luas.
Jadikan Menabung Sebagai life Style
Senada dengan Nurdin, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) Hanan Wihasto SE MM menyambut positif atas upaya LPS memberikan edukasi dan literasi kepada generasi Z, lebih tepatnya pada anggota Pramuka. Bahkan, sebagai mantan bangkir di BTN Syariah serta sebagai akademisi, dirinya siap untuk digandeng dan bahu-membahu menjalankan program literasi dan edukasi di semua kalangan, termasuk kampus.
“Patut diapresiasi dan didukung Langkah dari LPS tersebut. Kami tentu merespons positif dan siap bekerja sama bergandengan tangan menyukseskan program nasional tersebut. Kita semua tahun, literasi keuangan di Masyarakat masih jauh dari harapan dan menjadi kewajiban Bersama untuk menaikkan kesadaran masyarakat menabung,” kata Mantan kepala Cabang BTN Syariah Yogyakarta ini.
Menurut Hanan, tujuan LPS pada dasarnya memberikan keyakinan kepada nasabah bahwa uang yang disimpan di bank tetap aman karena mendapat jaminan LPS. “Kami menyarankan bahwa menabung itu bukan sekedar kebutuhan saja, namun bagaimana menjadikan menabung sebagai life style di kalangan generasi muda,” tegasnya.
Bahkan, Hanan berbagi ide mengenai solusi tidak hanya bagaimana generasi muda tertarik menabung saja, namun dirinya mendorong agar mereka para generasi muda yang kebanyakan dari kalangan pelajar atau mahasiswa yang belum berpenghasilan, agar dicarikan solusi agar menjadi entrepreneur sejak dini. Bila Langkah itu berhasil diwujudkan, kebutuhan sebagai entrepreneur akan perbankan sangat besar. Mereka tidak hanya dituntut menabung saja, tetapi memanfaatkan jasa perbankan yang ada, baik lalu lintas dana, menabung, hingga mendapatkan pinjaman.
Terpenting, dengan menjadikan menabung sebagai life style, tentu saja gampang diterima di masyarakat luas, terutama kalangan muda. Hanya yang menjadi problem adalah mengedukasi mereka, perlu merealisasikan dalam sebuah program literasi yang berkelanjutan. Langkah LPS dengan menggandeng Pramuka, adalah sebuah langkah jitu dan harus diikuti dengan langkah lain. (Heru Setiyaka)