Prevalensi Stunting DIY Sumbang Penurunan Angka Nasional

YOGYAKARTA – Pada periode 2018-2022, prevalensi stunting di DIY terus menurun dari 21,46% menjadi 16,4%. Melihat prevalensi tersebut, DIY optimistis akan segera mencapai angka 14% seperti target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Hal tersebut diungkapkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Rapat Koordinasi Pengendalian Daerah (Rakordal) TW III di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, , Kamis (26/10/2023). Rakordal TW III ini mengangkat tema “Strategi dan Kolaborasi Lintas Sektor dari DIY Mendukung Indonesia Bebas Stunting”.
Sri Sultan menyebut, bayi/ balita akan menjadi generasi penerus yang berkontribusi pada pembangunan serta mendapatkan manfaat dari pencapaian Indonesia Emas 2045 kelak. Karena itu, pihaknya mengupayakan penanganan stunting melalui berbagai program dan inovasi, serta mendapatkan masukan dan saran dari berbagai pihak.
Namun, Sri Sultan menjabarkan, di balik bonus demografi, ada tantangan besar pada proyeksi penduduk DIY pada 10 hingga 20 tahun mendatang. Dengan umur harapan hidup yang tinggi, menurut proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), piramida penduduk DIY akan menua karena populasi lansia cukup tinggi, serta dibarengi dengan meningkatnya dependency ratio.
Sri Sultan mengapresiasi Kepala BKKBN RI dan jajaran BKKBN DIY atas kolaborasi dengan Pemda percepatan penurunan stunting melalui kolaborasi Bantu Banting. Bantu Banting diharapkan bisa berdampak pada outcome penurunan stunting tahun 2023 ini sesuai target sasaran nasional RPJMN.
“Saya memiliki optimisme intervensi gizi sensitif yang telah dilakukan dapat berkontribusi sampai 70% untuk keberhasilan perbaikan gizi masyarakat, terutama untuk penurunan angka stunting. Bupati/ wali kota harus meningkatkan upaya menurunkan stunting melalui penambahan asupan protein hewani untuk ibu hamil maupun balita, dapur balita sehat/ pos gizi, monev dan pendataan yang terintegrasi,” ungkap Sri Sultan.
Ditambahkan, Ayunda Si Menik Makan Sego Ceting (Ayo Tunda Usia Menikah Semangat Gotong Royong Cegah Stunting) menjadi salah satu inovasi penurunan stunting yang efektif. Karena mampu memetakan resiko terhadap ibu hamil dan bayi dengan baik. Hal ini sudah disosialisasikan kepada 392 lurah di kabupaten/kota se-DIY.
Disamping itu, penguatan kegiatan penanganan stunting merupakan salah satu prioritas penting dari Peraturan Gubernur DIY Nomor 40 Tahun 2023, tentang Pelaksanaan Reformasi Kalurahan.
“Penanganan stunting merupakan bagian dari Reformasi Pemberdayaan Masyarakat di kalurahan, yang dilandaskan pada prinsip inklusi sosial, no one left behind, boten wonten ingkang dipunlirwaaken sesuai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s). Saya harapkan OPD, kabupaten/ kota, kalurahan, kampus, stakeholder, beserta masyarakat mendukung upaya penurunan stunting sesuai perannya masing-masing,” ujar Sri Sultan.
Sementara itu, Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI Tavip Agus Rayanto mengungkapkan, laju penurunan stunting di DIY menurutnya sudah sangat baik. Tavip mengatakan, saat ini pihaknya Tengah menanti hasil SKI atau Survei Kesehatan Indonesia untuk mengetahui bagaimana perkembangan DIY pada 2023 ini.
“Kami yang ada di pemerintah pusat menaruh harapan DIY bisa mensubsidi daerah lain. Karena untuk provinsi-provinsi lain, khususnya di Indonesia timur ini kan angkanya (stunting) masih sangat tinggi. Sekarang kami menetapkan namanya 12 wilayah prioritas penurunan angka stunting, dan DIY tidak masuk ke 12 wilayah itu,” jelas Tavip.
Tavip menekankan, perlu adanya kemasifan pendataan bagi calon pengantin agar pemetaan kesehatan jelas. Dari lingkar lengan, potensi anemia, dan lainnya harus tercatat dengan baik. Hal ini penting mengingat 80% pasangan yang baru menikah, akan langsung hamil. Dari simulasi tersebut, nanti bisa dilihat dari 80% ini akan teridentifikasi mana yang hamil dengan resiko.
Kemudian, lanjut Tavip, kehidupan 1.000 hari pertama bayi juga menjadi masa kritis menetukan masa depan kesehatannya.
“Perkembangan esensi atau krisisnya adalah di usia Baduta atau bawah dua tahun. Kalau kemudian data itu diturunkan ke level desa maka sebetulnya kita sudah bisa mencegah dan menangani khusus stunting untuk jangka pendek yang 2024,” imbuh Tavip.
Direktur Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Andreasta Meliala menyebutkan, dilihat dari sumber daya di DIY, termasuk kondisi geografis, kontribusi DIY pada penurunan angka stunting nasional sangat memungkinkan. Banyak aktor yang bisa dilibatkan, didukung sistem kesehatan DIY sudah bergerak sejak lama. Penting untuk dilakukan aksi cepat melalui penggunaan data yang sudah disusun oleh guna menurunkan angka stunting dengan signifikan.
“Kita diperkuat dua sisi yang pertama adalah yang menerima benefit atau mereka yang beresiko untuk terkena stunting, dan juga dari sisi pelayanannya. Nah, dua-duanya ini perlu diperhatikan karena melihat kondisi DIY ini sangat memungkinkan, untuk ke bagian yang mikro karena data sudah ada kemudian sistem kita juga sudah berjalan,” tegas Andreasta.
Pada kesempatan Rakordal ini diumumkan pula apresiasi dari Pemda DIY atas kinerja Pengguna Anggaran dengan capaian nilai kinerja tertinggi yaitu inspektorat dengan predikat Sangat Baik, Pengguna Anggaran dengan capaian nilai kinerja terendah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dengan predikat Baik, Kuasa Pengguna Anggaran dengan capaian nilai kinerja tertinggi Balai Rehabilitasi Sosial dan Pengasuhan Anak dengan predikat Sangat Baik, Kuasa Pengguna Anggaran dengan capaian nilai kinerja terendah Balai Pemuda dan Olahraga dengan predikat Baik.(Sekarlangit)