Owa merupakan hewan yang diindungi dan juga berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan.

Terancam Punah karena Sering Diperdagangkan, Owa yang Hidup Monogami Merupakan Satwa Dilindungi

Seputar Jogjakarta

YOGYAKARTA – Salah satu satwa yang dilindungi dan memiliki peran ekologis yang penting di ekosistemnya adalah Owa. Spesies ini hidup di habitat hutan tropis di pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. sayangnya, saat ini populasinya semakin terancam.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta Dyah Sulistyari mengatakan, ancaman terhadap Owa melingkupi tiga aspek. Yakni, degradasi habitat, perburuan liar, hingga perdagangan satwa. Ia berharap, masyarakat bisa lebih peduli betapa satwa dilindungi itu memiliki nilai penting dalam menjaga keseimbangan alam.

Baca juga :  PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk Serahkan Kandang Ayam Merah Putih di Sleman dan Gunungkidul

Fungsi ekologi Owa yang penting di hutan, ungkap Dyah, adalah sebagai penyebar biji-bijian. Mereka memakan buah-buahan dan bijinya disebarkan melalui feses sehingga membantu regenerasi hutan.

“Selain itu, Owa juga berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Dengan menyebarkan biji-bijian, Owa membantu regenerasi hutan, yaitu proses pembentukan kembali pohon-pohon baru,” papar Dyah, baru-baru ini.

Di sisi lain, lanjut Dyah, BKSDA Yogyakarta terus berupaya melakukan upaya penegakan maupun edukasi terkait pentingnya keberadaan Owa bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Di dunia terdapat 20 spesies Owa. Sedangkan sembilan di antaranya hidup di Indonesia. Seperti Owa Ungko (Hylobates agilis), Owa Jenggot Putih (Hylobates albibarbis), dan Owa Jawa (Hylobates moloch). Satwa tersebut merupakan satwa endemik dengan penyebaran yang terbatas di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Owa memiliki keunikan dibanding satwa lain pada umumnya. Salah satunya hewan ini dikenal setia dengan hanya memiliki satu pasangan.

Di alam, satwa ini hidup dalam kelompok yang hanya terdiri dari induk jantan, betina, dan anak-anaknya. Anak yang masih kecil akan diasuh kedua induknya hingga mampu hidup sendiri dan menemukan pasangannya. Pemisahan anak dari induknya tentu saja akan mengganggu kelompok itu. Bahkan terkadang pemisahan itu mengakibatkan kematian dari induk karena kuatnya keterikatan antar mereka.

“Owa merupakan satwa yang hidupnya monogami. Bisa dibayangkan, bagaimana Owa harus survive dengan pasangannya sendiri di alam. Nah, jika kita mengganggu keseimbangan alam dengan memburu dan memperdagangkan Owa, populasinya akan terus menyusut dan terancam,” jelasnya.

Lebih jauh, Dyah mengungkapkan, Owa dianggap sebagai indikator kualitas hutan. Kehadiran mereka di suatu kawasan hutan menunjukkan bahwa ekosistem tersebut masih sehat dan lestari.

“Jika masih ada Owa itu berarti hutan yang ditinggalinya masih lestari. Owa adalah bagian penting dari rantai makanan di hutan. Perilaku mereka mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan lain di lingkungannya. Kehilangan Owa dapat mengganggu keseimbangan ekosistem hutan,” kata Dyah.

Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengamankan 10 satwa dilindungi yang dipelihara secara ilegal oleh seorang warga berinisial JS (46) di Dusun Dukuh, Kecamatan Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta.

Dirreskrimsus Polda DIY Kombes Pol. Wirdhanto Hadicaksono di Suraloka Interactive Zoo, Sleman mengatakan, JS merupakan tersangka kasus penyalahgunaan elpiji bersubsidi yang sebelumnya diringkus di rumahnya pada tanggal 15 April 2025.

“Saat kami melakukan penindakan (kasus elpiji bersubsidi), tim melaksanakan kegiatan penggeledahan di TKP dan ternyata juga menemukan adanya pemeliharaan satwa-satwa yang diduga pada saat itu dilindungi,” ungkapnya.

Di kediaman JS tersebut, polisi menemukan dua ekor beruang madu, lima ekor binturong, dan tiga ekor Owa yang menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta seluruhnya termasuk dalam daftar satwa dilindungi.

“Kami langsung berkoordinasi dengan BKSDA dan ternyata ketiga jenis satwa itu merupakan satwa yang dilindungi,” ujarnya.

Seluruh satwa tersebut kemudian dievakuasi petugas dan dititipkan di Kebun Binatang Suraloka, Sleman, untuk mendapatkan perawatan dan pemulihan kondisi. (Heroe)

Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Yogyakarta degradasi habitat ekologis ekosistem habitat hutan tropis Kalimantan Owa perburuan liar perdagangan satwa pulau Jawa regenerasi hutan satwa Sumatera

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts