Capai 2,4 Ton per Hektare, UGM Panen Kedelai Varietas Grobogan
YOGYAKARTA – Panen raya kedelai varietas Grobogan dilakukan Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng. bersama Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Tim Periset, Pemda DPPKP Kabupaten Bantul, CV. Java Agro Prima, dan Kelompok Usaha Tani. Lokasi panen sendiri berada di Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY.
Panen di bentangan lahan seluas 400 hektare tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyakarakat sekitar Kabupaten Bantul.
Rektor berharap pengembangan kedelai lokal dengan Smart Agricultural Enterprise Kedelai (SAE Kedelai) tersebut mampu menyaingi produk kedelai impor. Melihat hasil panen dan membandingkan dengan kedelai impor, ia meyakini bila kedelai lokal mampu bersaing di tingkat pasar.
“Kita sebenarnya memiliki ahli-ahli pangan, ahli-ahli pertanian, dan FTP UGM ini salah satunya dengan berbagai kepakaran yang dimiliki diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dalam negeri, sehingga kita tidak banyak yang diimpor,” kata rector, di sela panen raya, Senin (14/03/2022).
Ia berharap, dengan berbagai upaya penelitian dan pengembangan, semuanya mampu mensubstitusi impor. Ke depan, cita-cita tidak impor sangat memungkinkan, melihat Indonesia memiliki lahan yang luas. Penanaman kedelai lokal sendiri bisa dilakukan di Merauke atau tempat lain di Indonesia.
Di Bantul saja, lanjut rektor, saat ini masih memiliki lahan perawan yang bisa dimanfaatkan dengan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kedelai lokal. Sayangnya, dengan produksi per hektare-nya yang mencapai 1,6 ton tersebut, seringkali masih diragukan.
“Padahal dengan teknologi bisa mencapai 2,4 ton per hektare. Ini kan sesuatu yang menjanjikan dan harus terus dikembangkan. Mudah-mudahan dari Bantul bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain. Hasil ini memperlihatkan bila kedelai lokal jauh lebih baik dari produk kedele impor,” katanya.
Rektor mengungkapkan usaha pemerintah soal food estate sangat serius dan salah satu yang dikembangkan pemerintah adalah kedelai. Jika produktivitas yang dikembangkan hasilnya bisa mendekati produktivitas lahan di Amerika, ia meyakini akan banyak investor masuk untuk menanam kedelai di Indonesia.
“Harus serius mengembangkan kedelai ini di dalam negeri dan tidak bisa hanya perguruan tinggi sendiri, tetapi kerja sama multiple helix baik pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat, industri, investor hingga sampai harus kapan memasarkan, memanfaatkan dari hulu hilir harus dikeroyok bersama-sama dan dikerjakan bersama-sama dari para stakeholders,” imbuhnya.
Dekan FTP UGM, Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc selaku penanggung jawab kegiatan penelitian, menyatakan tim periset FTP UGM dalam kegiatan tersebut mengembangkan Platform Monitoring Cuaca dan Iklim pada budi daya kedelai, intensifikasi regenerative farming untuk peningkatan kualitas mutu benih kedelai, program traceability farming, peningkatan sarana – prasarana pasca panen, dan inovasi pengolahan kedelai berupa produksi tempe hemat air.
Ia menyebutkan melalui program SAE Kedelai berhasil memproduksi benih kedelai dengan kualitas yang memenuhi standar pengujian dari Badan Sertifikasi dan Pengawasan Benih (BPSB) Propinsi DIY. Peningkatan produktifitas hasil panen kedelai ini cukup tinggi mencapai 2,4 ton per hektare.
“Penerapan hasil penelitian berupa peralatan smart farming kedelai dalam bentuk piranti Field Monitoring System (FMS) di lahan secara realtime, aplikasi traceability farming, metoda intensifikasi Regenerative Farming, dan bantuan peralatan sarana alat ukur N,P,K tanaman di lahan, dan peralatan pasca panen mobile power traser membantu kelompok petani meningkatkan produktifitas dan kualitas hasil panen,” katanya.
Eni Harmayani menambahkan, program SAE Kedelai bisa meningkatkan kemitraan usaha tani yang saling menguatkan dari sisi penerapan hasil penelitian FTP UGM, mitra industri, dan pemerintah, sehingga terwujud peningkatan produksi kedelai nasional menuju kemandirian dan kedaulatan pangan melalui komoditas kedelai sesuai dengan harapan dan cita-cita masyarakat.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), Kabupaten Bantul Joko Waluyo SPt., MSi., bersyukur atas hasil panen yang diperoleh. Menurutnya, hasil panen tersebut dilakukan di luar musim dan masyarakat memiliki kebiasaan menanam kedelai pada bulan Mei.
“Alhamdullilah tanam pada Nopember-Desember dan hasilnya cukup menggembirakan bisa mencapai 2,4 ton per hektare yang biasanya hanya 1,4 – 1,6 ton per hektare,” jelasnya.
Ia meneruskan, Kabupaten Bantul masih memiliki ratusan hektare lahan belum digarap dan sekitar 80 hektare di antaranya diharapkan bisa dibantu UGM untuk ujicoba pengembangan lahan pasir dengan teknologi SAE Kedelai.
“Kami berharap dengan teknologi ini hasilnya bisa meningkat dua kali dari yang sebelum-sebelumnya,” katanya.(redaksi)