Para pembicara dalam Webinar Digitizing Indonesia’s Informal Economy di Jakarta.

Pemerintah RI Dorong Pelaku UMKM Lakukan Digitalisasi Usahanya 

Nasional

JAKARTA – Pemerintah RI terus mendorong pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melakukan digitalisasi untuk mengembangkan usaha. Seiring dengan itu, pelaku UMKM juga meningkatkan taraf hidupnya.

Hal tersebut disampaikan Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki saat membuka Webinar Digitizing Indonesia’s Informal Economy di Jakarta, Selasa (6/9).

Baca juga :  Siapkan Hadiah Motor, Astra Gelar Lomba Foto dan Anugerah Pewarta Astra 2022  

Menurut Teten, situasi pandemi yang membatasi mobilitas masyarakat menjadi momentum bagi para pelaku UMKM dalam mendigitalisasi ekosistem bisnisnya. “Selama pandemi, pelaku UMKM yang memanfaatkan digitalisasi telah terbantu. Bahkan, turut bertumbuh, karena ada kaitannya karena pembatasan secara fisik. Kementerian Koperasi dan UMKM juga terus mendorong bagaimana pelaku usaha informal bisa bertransformasi menjadi formal yang salah satunya melalui digitalisasi untuk mendorong pemulihan ekonomi secara transformatif,” papar Teten.

Ia menambahkan, KemenkopUKM juga mendorong pertumbuhan dari hulu sampai hilir untuk  mendorong percepatan transformasi digital. Teten menjelaskan, ada tujuh aspek yang tengah didorong. Mulai dari akses pasar, pemantauan kualitas produksi, keuangan dan pembiayaan, organisasi, kapasitas produksi, pasokan, hingga distribusi logistik. “Aspek-aspek tersebut merupakan kunci dalam menciptakan ekosistem yang tanggap digital,” tegasnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Mikro Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) Eddy Satriya menambahkan, implementasi digital masih menjadi tantangan bagi pelaku UMKM saat ini.

Tahun 2021, lanjut Eddy, dari sekitar 40 juta pelaku UMKM, baru 26% atau 17,59 juta pelaku UMKM memanfaatkan ekosistem digital. Segmen mikro tersebut hampir mencapai 64 juta pelaku usaha atau 99% lebih dari total pelaku UMKM yang ada.

“Kementerian terus mendorong digitalisasi kepada para pelaku UMKM. Kami menargetkan pada tahun 2024, setidaknya ada 30 juta pelaku UMKM yang sudah memanfaatkan digitalisasi,” imbuh Eddy.

Direktur Digital Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika I Nyoman Adhiarna menambahkan, sejatinya 74% pelaku UMKM menyadari manfaat digitalisasi bagi bisnisnya. Namun, ia menyebut baru ada 20% yang memiliki literasi digital dan memanfaatkan platform belanja daring. “Para pelaku UMKM masih memiliki keraguan dan ketidakpercayaan diri dalam mengadopsi sekaligus memanfaatkan berbagai platform digital. Keterbatasan modal bisnis, kurangnya literasi digital, serta tidak memiliki alat maupun gawai digital menjadi tiga alasan utama pelaku UMKM,” ungkap I Nyoman.

Bila disandingkan dengan UMKM yang belum digitally onboarded, lanjut I Nyoman, UMKM yang terintegrasi digital bisa menerima pendapatan 1,1x lebih banyak. Mereka juga mampu memperoleh cakupan pasar 2,1x lebih luas di level nasional, dan 4,6x lebih luas di level internasional, serta 1,3x lebih mungkin membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain.

Ia menegaskan, upaya digitalisasi tersebut sejalan dengan tema besar dalam Presidensi G20 Indonesia 2022. Yakni, transformasi digital yang inklusif, termasuk kepada pelaku UMKM, sehingga pertumbuhan pada sektor ini juga berdampak positif terhadap ekonomi nasional. Namun, transformasi digital para pelaku UMKM, terutama segmen ultra mikro misalnya warung-warung kelontong tidaklah mudah.

Menurut I Nyoman, warung memiliki peran penting sebagai sarana perdagangan utama di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, dari 76.085 desa/kelurahan atau lebih dari 80% desa/kelurahan di Indonesia, mengandalkan warung sebagai sarana perdagangan utama masyarakat. Saat ini, jumlah warung sebanyak 3,6 juta lebih dan berkontribusi lebih dari 80% terhadap nilai perdagangan ritel di Indonesia.

CEO dan Presiden Direktur GOTOKO Gurnoor Singh Dhillon mengatakan, dari total lebih 3 juta warung, 80% atau lebih dari dua juta warung masih dikategorikan warung yang kurang terlayani alias underserved retailers. Warung-warung tersebut umumnya tidak memiliki akses langsung pada brand principal, sehingga pasokan barang mereka berasal dari agen sekunder. Oleh sebab itu, para pemilik warung kerap menghadapi masalah dalam memenuhi pasokannya.

“Kondisi ini membuat operasional bisnis warung menjadi tidak efisien dan mengurangi kemampuan melayani pelanggan dengan baik. Pemilik warung harus menutup warungnya saat belanja kebutuhan pasokan warung, sehingga mengurangi pendapatan hariannya,” jelas Gurnoor.

Minimnya akses terhadap brand principal secara langsung membuat pemilik warung tidak bisa mendapatkan program loyalitas. Hal tersebut otomatis mengurangi marjin mereka dalam menjalankan bisnis.

“GOTOKO hadir sebagai teman terbaik warung dengan visi dan misi untuk menjawab tantangan tersebut melalui digitalisasi guna membantu pemilik warung mengembangkan bisnisnya dengan efisien, membantu meningkatkan pendapatan sekaligus taraf hidup pemilik warung beserta keluarganya,” ungkap Gurnoor.

Gurnoor menegaskan, GOTOKO hadir dengan fokus strategi memenangkan berbagai wilayah di Indonesia. Baik yang besar maupun kecil dalam mengembangkan bisnis warung, sekaligus mendorong digitalisasi warung untuk memperkokoh ekosistem bisnis warung.

“Termasuk membantu brand principal meningkatkan jangkauan langsungnya pada warung untuk mendorong pertumbuhan mereka seiring pertumbuhan warung. Digitalisasi juga mendorong integrasi ekosistem seperti sektor keuangan, hingga mendorong sektor penyimpanan data yang lebih baik yang membantu Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam mendorong transformasi digital pelaku UMKM,” tegasnya.

Head of Center of Digital Economy and SMEs INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan, potensi ekonomi digital di Indonesia sangat besar. Termasuk potensi bagi UMKM. “UMKM yang memanfaatkan teknologi digital selama masa pandemi, misalnya masuk ke digital platform dalam menjual produk dan mampu mengakses fintech untuk pembiayaan produktif, mengalami perkembangan pesat dan menolong UMKM bertahan di kondisi sulit,” jelas Eisha.

Menurut Eisha, UMKM yang masuk ke ekonomi digital memiliki potensi yang lebih besar untuk akses pasar, keuangan, dan sumber daya. Namun, UMKM juga memiliki sejumlah keterbatasan. “Keterbatasan seperti kemampuan mengadopsi digital, keterbatasan skill dan pengetahuan (digital literasi), dan keterbatasan finansial menjadi sejumlah hambatan bagi UMKM masuk ke ekosistem ekonomi digital,” papar Eisha yang berharap berbagai tantangan UMKM tersebut cepat diatasi agar UMKM mampu naik kelas. (redaksi)

aspek bertransformasi digitalisasi ekosistem KemenKopUKM mobilitas tanggap digital UMKM Webinar Digitizing Indonesia’s Informal Economy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts