UWM Yogyakarta menghadirkan karya Guntur Susilo, salah satu seniman batik dari Gunungkidul.

Peringati Hari Batik Nasional, UWM Yogyakarta Presentasikan Batik Gunungkidul

Kampus

YOGYAKARTA – Memperingati Hari Batik Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Oktober, Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta menggelar program Pameran Tunggal Satu Karya di studio Kutunggu di Pojok Ngasem dengan mempresentasikan karya batik.

“Sebagai program reguler, pameran karya pada awal Oktober 2022 dijadwalkan mempresentasikan karya batik. Kita mengundang Guntur Susilo, salah satu seniman batik dari Gunungkidul yang dalam 10 tahun terakhir aktif memberikan edukasi tentang batik kepada masyarakat mulai dari nol,” kata Puji Qomariyah, Penanggung Jawab Program Kutunggu di Pojok Ngasem UWM Yogyakarta, pekan lalu (1/10/2022).

Baca juga :  12 Pimpinan LPTK Gelar Pra-KONASPI X 2022 untuk Satukan Persepsi

Puji meneruskan, sepak terjang Guntur dalam mengenalkan batik di Gunungkidul merupakan upaya nyata pengembangan budaya dengan melibatkan peran aktif dari seluruh elemen masyarakat. Guntur berangkat dari keprihatinan, melihat realitas ketidaktahuan masyarakat, bahwa batik merupakan produk budaya bangsa Indonesia.

Atas dasar dasar nilai sejarah, keaslian, regenerasi, nilai ekonomi, ramah lingkungan, reputasi internasional, serta tersebar luar, World Craft Council pada 18 Oktober 2014 menetapkan Yogyakarta sebagai “Kota Batik Dunia”.

Perjalanan batik menjadi warisan budaya tak benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) adalah perjuangan panjang bangsa Indonesia. Pada tahun 2008, Pemerintah Indonesia mengusulkan batik untuk masuk dalam daftar warisan tak benda dunia UNESCO (The United Nations Educational Scientific and Cultural Organization).  Langkah tersebut sebagai upaya pemerintah melindungi dan mengembangkan batik.

Melalui sidang tahunan ICH UNESCO ke-4 tanggal 2 Oktober 2009, Sekretariat Budaya Tak Benda ICH-UNESCO mengukuhkan batik dalam kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity. Tanggal pengukuhan tersebut akhirnya dipilih sebagai Hari Batik Nasional.

Saat pembukaan Jogja International Batik Biennale 2018, Gubernur Pemda DIY Sri Sultan Hamengku Buwana X memberikan sambutan, bahwa sebagai produk inovasi, rancangan batik dituntut mampu menerobos fashion style dunia. Sebagai produk tradisi, (batik) harus tetap mengekspresikan identitas bangsa yang bersifat unik, otentik, dan orisinal, serta alami yang mampu menjamin sustainabilitas kelestariannya bagi masa depan.

Sebagi motif hias pada kain, batik sudah dikenal masyarakat di nusantara sejak abad IX pada masa kerajaan Mataram Kuna yang berkembang di Jawa Tengah. Hal ini bisa dilihat dari tinggalan arkeologis yang berasal dari masa itu yang menjadi koleksi di museum-museum baik di Indonesia maupun di luar negeri. Arca-arca (pada museum atau pada candi-candi) biasanya menggunakan kain dengan motif batik ceplok kembang/bunga atau ceplok kawung yang masih dikenal hingga saat ini.

“Ada geliat menarik dari pengembangan batik di Gunungkidul yang diprakarsai Guntur bersama istrinya Dwi Lestari dengan mengajari proses membatik dari awal hingga membuat motif baru pada masing-masing desa binaannya. Selama ini publik mengenal motif khas batik Gunungkidul adalah batik Walang. Pada setiap desa, Guntur membuatkan motif yang menjadi penanda desa tersebut berdasar sejarah, cerita yang berkembang, ataupun yang lain yang nantinya bisa menjadi motif batik khas desa tersebut. Di antaranya, motif batik Bedoyo, motif batik Babad Alas Nongko Doyong, motif batik Cangkring, motif batik Hargosari, motif batik Jeruk Wudel, motif batik Kedung Keris, mootif batik Krambil Sawit, motif batik Selogupito Megarkeri, motif batik Sinuwun. Selain ada kebaruan tanpa meninggalkan akarnya, aktivitas ini juga memiliki potensi ekonomi bagi warga. Semangat ini yang kita tangkap dengan  memberikan ruang presentasi bagi seniman yang bergiat mengembangkan batik.” ” jelas Puji, yang juga Wakil Rektor III UWM Yogyakarta.

Pada edisi ke-28 Pameran Tunggal Satu Karya, studio podcast Kutunggu di Pojok Ngasem mempresentasikan satu karya series Guntur Susilo berjudul “Back to Hajuningrat” dan “Bike to Hajuningrat” dalam medium lukis batik di atas kain masing-masing berukuran 250 sentimeter x 115 sentimeter.

Karya lukisan batik “HajuningRat series” saat ini sedang dipresentasikan di Studio Kutunggu di Pojok Ngasem Universitas Widya Mataram hingga 13 Oktober 2022.

Untuk kunjungan langsung terbatas harus mematuhi protokol kesehatan yang ada, serta melakukan reservasi terlebih dahulu untuk memastikan sesi waktu kunjungan yang tersedia. Peminat bisa menghubungi Biro III UWM Yogyakarta. (redaksi)

edukasi Guntur Susilo gunungkidul hari batik nasional karya batik Kutunggu di Pojok Ngasem Pameran Tunggal Satu Karya seniman batik studio Universitas Widya Mataram UWM Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts