Sampah Jadi Pulsa, Program Ikonik Indosat Atasi Sampah
Bertumpu pada Empat Pilar CSR, Semua Perusahaan Harus Dilibatkan Tangani Sampah
YOGYAKARTA – Sebuah perusahaan berdiri dan dibesarkan tentunya berlandaskan keuntungan atau profit. Namun, semua keuntungan yang diperoleh tersebut, sebenarnya ada peran serta dari banyak pihak. Termasuk masyarakat yang ada di sekitar perusahaan.
Hal tersebutlah yang membuat pemilik bisnis juga perlu memikirkan strategi yang tepat dalam penentuan Corporate Social Responsibility (CSR). Karena, memilih jenis CSR yang tepat tentu akan mendatangkan banyak manfaat untuk perusahaan yang melakukannya.
Nah, Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) juga memiliki komitmen untuk memberdayakan Indonesia melalui empat pilar utama dalam program Corporate Social Responsibility (CSR).
“Empat pilar utama dalam program CSR dari Indosat adalah Pendidikan Digital, Pemberdayaan Perempuan, Lingkungan, dan Filantropi,” jelas SVP Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison, Steve Saerang, baru-baru ini.
Penjelasan dari masing-masing pilar tersebut, lanjut Steve, pada pilar Pendidikan Digital, Indosat secara konsisten mendukung pengembangan talenta digital Indonesia melalui program IDCamp. Program tersebut lahir pertama kali tahun 2019 dan sampai saat ini lebih dari 270 ribu individu telah menerima beasiswa coding sebagai bagian dari upaya memperkuat kompetensi digital di Indonesia.
“Melalui program IDCamp, Indosat mendukung visi Indonesia Emas dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan dampak ekonomi yang diproyeksikan mencapai 9,3 juta US Dollar,” paparnya.
Menariknya, untuk 2024 ini, Indosat menyediakan kesempatan bagi 150 ribu peserta untuk mengikuti program dengan 8 kelas utama dan 2 kelas baru, yaitu kelas dasar Artificial Intelligence (AI) dan dua kelas Otomasi, untuk memperluas literasi teknologi dan meningkatkan daya saing bangsa di era digital.
Berikutnya, untuk pilar Pemberdayaan Perempuan, Indosat menghadirkan program SheHacks. Program ini hadir sejak tahun 2020, di mana Indosat telah melibatkan sekitar 17 ribu perempuan dan lebih dari 30 ribu peserta dalam berbagai webinar.
“Program ini memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk mendorong partisipasi perempuan dalam ekonomi digital. Memang, tujuan dari program SheHacks adalah mengurangi kesenjangan gender pada ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan melalui inovasi teknologi,” tegas Steve.
Tahun 2024 ini, SheHacks menghadirkan Ideation Lab. Ini merupakan program baru yang ditujukan bagi perempuan pemula dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dengan menyediakan mentoring online oleh para ahli. Sedangkan workshop secara offline digelar di berbagai kota. Mulai dari Medan, Pekanbaru, Palangkaraya, Minahasa Utara, hingga Sumbawa.
“Selain itu, ada juga program SheHacks for Startup mendukung founder perempuan dengan produk prototipe berteknologi melalui pitching battle dengan berkolaborasi bersama ekosistem tech startup di Batam, Malang, dan Bali, dan program akselerator yang ditutup dengan perjalan belajar ke Australia,” paparnya.
Indosat menyadari kepedulian pada lingkungan harus terus ditingkatkan, mengingat masalah sampah bukanlah hal sepele. Efek dari sampah yang bejibun dan tidak ditangani dengan baik bakal memberikan masalah jangka panjang.
Pada Pilar Lingkungan, Indosat turut aktif dalam pelestarian lingkungan melalui program Digitalisasi Konservasi Mangrove yang bekerja sama dengan komunitas lokal sejak 2023. Program ini sudah diterapkan di Kalimantan Utara, Aceh, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, hingga Maluku. Kelebihan dari program yang dijalankan Indosat adalah dengan memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT) untuk memantau kualitas air dan produktivitas tambak, sekaligus melindungi ekosistem mangrove dari kerusakan.
Persoalan sampah yang mengancam semua negara, termasuk Indonesia, juga menjadi kepedulian Indosat. Kreativitas dimunculkan dan melalui inisiatif ‘Sampah Jadi Pulsa’ yang dilahirkan pertama kali tahun 2022 di Bogor menjadi pembeda dengan perusahaan telekomunikasi lainnya.
Program Sampah Jadi Pulsa terus digelar dan diperluas pada gelaran MotoGP Mandalika 2024. “Sejak diluncurkan, program ini berhasil mengumpulkan lebih dari 23.000 botol plastik, setara dengan 437 kilogram plastic dan mengonversinya menjadi pulsa digital senilai Rp 14 juta dengan partisipasi dari 1.032 pengguna,” jelas Steve.
Yang membanggakan dari program ini adalah mampu melibatkan 1.032 peserta, khusus saat acara MotoGP Mandalika 2024. Menurut Steve, acara MotoGP Mandalika 2024 menjadi momen yang tepat untuk memperkuat pesan inisiatif lingkungan Indosat melalui kampanye #TrashFreeRace. “Kami mengajak para penonton turut serta mengurangi sampah plastik selama acara berlangsung. Dengan melibatkan masyarakat, kami ingin menunjukkan bagaimana sampah plastik dapat diubah menjadi sesuatu yang bernilai, sekaligus memanfaatkan teknologi digital untuk menjaga kelestarian lingkungan,” paparnya
Pada kesempatan tersebut, para penonton bisa menukarkan botol plastik dengan pulsa IM3 dan Tri melalui Reverse Vending Machines (RVM) atau dropbox yang tersedia di area Sirkuit Mandalika. Guna memastikan partisipasi yang lebih luas, Indosat menempatkan dropbox tambahan di beberapa lokasi strategis di sekitar Kuta Mandalika.
Tidak hanya itu saja, Indosat juga bekerja sama dengan Conplas, mitra pengelola sampah lokal untuk mendaur ulang botol plastik yang terkumpul menjadi paving block yang akan digunakan dalam pembangunan infrastruktur di Lombok, sehingga memberikan manfaat nyata bagi lingkungan dan masyarakat setempat.
Tentu saja, Indosat berencana menjadikan Program Sampah Jadi Pulsa diperluas ke berbagai kota di Indonesia, dengan harapan bisa membantu mengurangi jumlah sampah yang tidak dikelola dengan baik di Indonesia.
Terakhir, pada pilar Filantropi, Indosat ikut berperan aktif dalam membantu masyarakat terdampak bencana melalui program tanggap darurat bencana. Pada program ini, pihak Indosat memberikan bantuan makanan, layanan kesehatan gratis pascabencana, serta dukungan psikososial.
Selain itu, masih dalam pilar Filantropi, Indosat menghadirkan program ‘Gerobak Berkah.’ Ini sudah diluncurkan, di mana Indosat memberikan dukungan pada 115 penjaga masjid/musholla (marbot) di 57 lokasi di seluruh Indonesia. Program ini bertujuan memberdayakan ekonomi kecil melalui bantuan usaha bagi para marbot, sekaligus mendukung ekonomi masyarakat lokal.
“Manajemen Indosat berkomitmen terus melestarikan lingkungan, memberdayakan perempuan, mendukung pendidikan digital, dan memberikan bantuan sosial melalui filantropi. Dengan memperkuat kolaborasi strategis bersama mitra lokal dan global, Indosat berharap dapat mencapai tujuan besarnya dalam memberdayakan Indonesia melalui pemanfaatan teknologi digital secara berkelanjutan,” pungkas Steve.
Perusahaan Harus Dilibatkan Tangani Sampah
Mencari solusi menjawab persoalan sampah tentu menjadi kewajiban pemerintah dan masyarakat, termasuk perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) maupun swasta.
Iqmal Tahir, Peneliti dari Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (UGM) saat Pada diskusi beberapa waktu silam di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY pernah mengatakan, sebagian besar sampah nonorganik berasal dari kemasan suatu produk berupa plastik yang ketika sudah terbuang, selalu menjadi beban karena sulit didaur ulang.
Karena itu, Dosen Teknik Kimia UGM ini mengusulkan agar pihak produsen sebuah produk dalam hal ini perusahaan harus ikut bertanggungjawab terkait penanganan sampahnya. Minimal, dengan memilih kemasan dengan bahan ramah lingkungan. Namun, jika terpaksa harus menggunakan plastik, sebaiknya menggunakan kemasan besar karena kemasan kecil terbukti menghasilkan sampah lebih banyak.
“Kalau terpaksa harus menjadi sampah dan terbuang, ya produsen harus ada kontribusi sebagian dana keuntungan untuk ikut mengelola sampah, lewat CSR misalnya,” ungkapnya.
Menurutnya, dana tanggung jawab perusahaan (corporate social responsibility/CSR) selama ini tergolong kecil, karena Perusahaan lebih mementingkan laba. Untuk itu,
Iqmal menyarankan perusahaan menekankan CSR lingkungan lebih diperluas dan merata. Ia juga mendukung bila pemerintah membuat regulasi yang mampu mengikat perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan. Terutama perusahaan multinasional yang melakukan produksi di Indonesia.
“Dari negara asalnya, perusahaan multinasional sudah mendapat tekanan dari pemerintah dari mana berasal untuk bertanggungjawab soal sampah. Namun, saat masuk ke Indonesia, kok aturannya longgar,” kritiknya.
Di tempat berbeda, BRI Work Fisipol UGM, akademisi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Nur Azizah melihat bahwa persoalan sampah juga menyangkut perilaku individu dari sebuah masyarakat. Menurut dia, problem mendasar adalah minimnya kesadaran untuk mau dan bisa memilah sampah secara mandiri sejak awal. Pemilihan sampah mandiri sejak awal berdasarkan kategori, guna meminimalisasi pencampuran sampah saat menuju tempat pembuangan akhir (TPA).
“Masalah sampah merupakan isu yang harus menjadi tanggungjawab bersama. Perlu tanggungjawab serta kesadaran kolektif,” tegas Nur Azizah, saat berbicara pada Perkumpulan Analis Resiko dan Penyelesaian Konflik (PARES) dan Fisipol UGM.
Di sisi lain, Azizah sepakat bahwa pemerintah memiliki peran sentral selaku pembuat dan pemilik kebijakan. Ia menilai, beberapa kebijakan yang diambil sejauh ini seringkali bersifat reaktif. Bukan preventif. “Nunggu sampahnya menumpuk dulu, bukan malah mencegah,” kritiknya.
Sedangkan Kabid Pengendalian Pencemaran dan Keruangan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY Sjamsu Agung Widjaja menegaskan, paradigma pemilihan sampah secara mandiri harus dilakukan dan terus disosialisasikan. “Dulu paradigmanya yang penting dikumpulkan, diangkut, dan dibuang. Sekarang harus lebih peka untuk melakukan pemilahan dini,” pesannya. (Heroe)