Konten Media Sosial Milik Humas Harus Menarik dan Kekinian
BANDUNG – Mendengar percakapan yang terjadi di media online dan media sosial membantu kita memahami apa yang sedang terjadi di masyarakat. Dengan mendengar, bisa memahami persepsi publik terhadap kita. Selain itu, juga bisa menentukan tujuan dan strategi public relations yang lebih tepat.
“Dalam digital public relations, mendengar dapat dilakukan secara real time dengan bantuan Tools Media Monitoring. Dengan melakukan media monitoring, kita juga bisa merespons dengan cepat saat akan terjadi krisis,” kata Pranata Humas Ahli Muda Direktorat Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Harfizan Arnas saat mengisi Workshop Pengembangan Kompetensi Jabatan Fungsional Pranata Humas di Hotel Putri Gunung Lembang Bandung, Senin (08/11/2021).
Lebih lanjut dipaparkan bahwa dalam hal ini humas pemerintah tidak dapat tinggal diam. Harfizan melanjutkan, humas dituntut menetapkan tujuan yang lebih terukur dan tidak terbatas pada output seperti jumlah postingan, jumlah followers/like, dan trending topik. Namun, harus berorientasi kepada outcome sesuai dengan tujuan program/organisasi.
Menurutnya, humas memiliki peran besar dalam mendorong transparansi dan keterbukaan informasi publik. Humas pemerintah harus bisa menjelaskan program pemerintah dengan cara-cara yang menarik dan kekinian, dengan standar etika dan aturan yang berlaku.
“Agar memperoleh dukungan publik serta meningkatkan reputasi pemerintah dan diharapkan dapat mendorong perubahan perilaku di kehidupan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik melalui kampanye-kampanye yang terencana,” katanya.
Disampaikan pula, Youtube merupakan media sosial yang paling sering digunakan/dikunjungi, baik di Indonesia maupun secara global. Sedangkan Facebook (FB) merupakan media sosial yang paling banyak digunakan generasi boomer 50 tahun ke atas. Berbeda dengan Twitter, lebih banyak digunakan golongan pekerja, akademisi millenial umur 18-49 tahun. Untuk Instagram (IG), didominasi golongan muda 13 – 29 tahun, dan Tiktok merupakan media sosial yang tengah trending di hampir semua kalangan sampai umur 64 tahun, karena kontennya lebih banyak menghibur.
“Untuk membangun media sosial perlu memantau pembicaraan terkait lembaga di media sosial. Lalu, pilih untuk aktif di platform tertentu sesuai sumberdaya, berbagi grafis/video/materi kreatif berbasis data dan fakta serta dibutuhkan video kreasi yang singkat untuk Instagram atau Youtube yang informatif,” paparnya.
Workshop bertema ‘Produksi dan Pemanfaatan Media Sosial Pemerintah’ tersebut dibuka Sekretaris Badan Litbang SDM Kominfo Haryati. Ia mengatakan, pranata humas yang pada masa sekarang ini sudah masuk era revolusi industri 4.0 di mana mendapatkan tantangan yang lebuh besar untuk bisa menjalankan tugasnya dengan lebih profesional dalam menyampaikan informasi dan komunikasi.
“Pada masa pandemi, kita didorong untuk bisa memanfaatkan sarana komunikasi demi tetap berjalannya aktivitas informasi dan komunikasi,” katanya.
Menurut Haryati, pranata humas bisa memanfaatkan media sosial dalam pekerjaannya, karena tidak mengenal jarak dan waktu.
Sementara itu, Plt. Kepala Pusat Diklat Kominfo Isnaldi menjelaskan, kegiatan selama tiga hari tersebut diadakan untuk meningkatkan kompetensi pranata humas yang profesional dan bertanggungjawab. Wokshop diikuti 42 orang dari berbagai instansi seperti Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, BKKBN, BRIN, BPS, termasuk perwakilan dari UNY.
Pembicara lain dalam workshop tersebut adalah Devie Rahmawati, pengajar di Universitas Indonesia (UI). Ia menyampaikan, kunci komunikasi di era digital adalah 5C yaitu credibility, content, context, channel, dan contagious.
“Kunci berkomunikasi dan dekat dengan netijen adalah memiliki perbedaan, gaya, dan kontennya relevan dan menarik bagi kaum milenial, ber-value dan tujuan untuk masyarakat luas,. Jadi, terus menjalin komunikasi bottom-up serta beri reward. Ingat, generasi milenial itu generasi yang cepat bosan,” kata Devie.(redaksi)