LPS Kucurkan Klaim Simpanan Nasabah Rp 237 Miliar Guna Jaga Ketenangan Nasabah
JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bayarkan klaim simpanan nasabah sebesar Rp 237 miliar milik 42.248 nasabah bank yang dilikuidasi. Pembayaran klaim simpanan nasabah tersebut dilakukan kepada para nasabah 10 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dilikuidasi LPS dalam kurun waktu 1 Januari hingga 29 April 2024.
“Alhamdulillah, sejauh ini proses pembayaran klaim simpanan milik nasabah berjalan dengan lancar. Tim LPS di lapangan bergerak cepat dengan melakukan verifikasi simpanan nasabah sehingga secara rata-rata tidak sampai 7 hari kerja simpanan nasabah mulai ada yang dibayar,” kata Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto di Jakarta, Selasa (30/4/2024).
Ditambahkan Dimas, hal tersebut dilakukan dalam rangka memberikan ketenangan kepada nasabah BPR/BPRS tersebut. Selain itu, juga menjaga kepercayaan nasabah bank pada umumnya. Mengingat dalam kurun waktu empat bulan, yakni sejak Januari hingga April 2024, terdapat 10 BPR/BPRS yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selanjutnya, ke-10 BPR/BPRS tersebut dilikuidasi oleh LPS.
Berdasarkan data LPS per 29 April 2024, LPS telah membayarkan total simpanan nasabah 10 BPR/BPRS sebesar Rp 237.179.989.417 dengan jumlah rekening sebanyak 44.322 rekening dan jumlah nasabah sebanyak 42.248 nasabah.
Selanjutnya, soal kesiapan keuangan LPS terkait banyaknya bank yang jatuh pada tahun 2024 ini, Dimas menegaskan, jatuhnya 10 bank tersebut tidak berdampak signifikan terhadap keuangan LPS.
“Saat ini, LPS masih memiliki dana yang lebih dari cukup untuk menjamin dan membayar klaim simpanan para nasabah yang bank nya ditutup,” jelasnya.
Sejauh ini, LPS memiliki aset sebanyak Rp 224,66 triliun yang diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun 2024 ini. Sumber dana LPS berasal dari modal awal pemerintah sebesar Rp 4 triliun, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan pada saat bank menjadi peserta, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), dan yang terakhir adalah dari hasil investasi.
Dimas mengungkapkan, LPS juga telah dan terus melakukan berbagai langkah preventif bersama asosiasi BPR/BPRS dalam hal ini ialah Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) untuk meningkatkan tata kelola BPR melalui berbagai diskusi dan workshop, sehingga penutupan atau pencabutan izin usaha BPR ini tidak mesti terjadi. Seperti diketahui, mayoritas BPR ditutup karena persoalan minimnya tata kelola.
Selain itu, lanjut Dimas, LPS pun memiliki data internal yang merupakan bagian dari early warning system LPS. LPS mengetahui gejala awal jika ada bank yang sedang bermasalah. Koordinasi LPS dan OJK juga erat terkait monitoring kondisi perbankan, baik secara industri maupun individual bank.
“Jumlah BPR saat ini ada 1600-an. Jadi masih banyak BPR yang sehat dan bagus-bagus. Bukan berarti adanya penutupan BPR membuat nama BPR rusak secara keseluruhan. Banyak sekali BPR yang berprestasi dengan berbagai inovasinya. Bagi nasabah tidak perlu khawatir, karena semua bank di Indonesia merupakan peserta penjaminan LPS. Jika ada bank dicabut izin usahanya, LPS akan menjamin simpanan nasabah,” pungkasnya.(Heroe)
Berikut Ini ke-10 BPR/BPRS yang dilikuidasi LPS:
1.BPR Wijaya Kusuma, Madiun, Jawa Timur
2.BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto, Mojokerto, Jawa Timur
3.BPR Usaha Madani Karya Mulia, Solo, Jawa Tengah,
4.BPR Bank Pasar Bhakti, Sidoarjo, Jawa Timur
5.BPR Bank Purworejo, Purworejo, Jawa Tengah,
6.BPR EDCCash, Tangerang, Banten
7.BPR Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh
8.BPR Sembilan Mutiara, Pasaman, Sumatera Barat
9.BPR Bali Artha Anugrah, Denpasar, Bali
10.BPRS Saka Dana Mulia, Kudus, Jawa Tengah