YOGYAKARTA – The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menyebut lebih dari 55% orang Indonesia yang sudah menyelesaikan pendidikan masih mengalami functionally illiterate. Riset tersebut menunjukan, masyarakat kurang memahami isi bacaan dan literasi bagi orang dewasa (adult literacy) ternyata belum merata di Indonesia.

Dari fakta tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mendukung acara Peer Learning Meeting (PLM) Nasional 2023 yang diadakan Perpusnas RI di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center, Rabu (20/9/2023). Upaya penguatan literasi penting dilakukan untuk mempercepat akselerasi pembangunan.

Sri Sultan menyebut, saat ini masyarakat terjebak dalam trend information flood. Hal tersebut berakibat masyarakat terjebak dalam misinformasi, disinformasi, dan mal-informasi.

“Saat ini, berita bohong lebih cepat menyebar daripada berita asli. Bahkan 1 % dari berita bohong yang paling populer berhasil menjangkau 1.000 hingga 10.000 pengguna. Sementara berita asli sangat jarang menjangkau 1.000 pengguna,” papar Sri Sultan.

Hal ini menjadi alasan mengapa literasi dibutuhkan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.  Penguatan literasi wajib didukung perpustakaan yang berdayaguna, sehingga mampu membentuk tatanan masyarakat Indonesia yang lebih cerdas. Wajib bagi masyarakat meningkatkan budaya baca dan optimalisasi potensi perpustakaan.

Saat ini, literasi berkaitan erat dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan. Tingkat literasi menunjukkan kualitas pendidikan. Masyarakat yang berpendidikan, umumnya mendapatkan penghasilan layak dan lebih melek terhadap teknologi. Masyarakat dengan tingkat literasi rendah, cenderung mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dengan bayaran yang layak dan untuk promosinya.

Semakin tinggi tingkat literasi, semakin tinggi standar hidup yang bisa diraih. Karenanya, pendidikan dasar perlu diprioritaskan, agar anak-anak bisa mendapatkan fondasi literasi yang baik. Selain itu, literasi bisa mengangkat masyarakat dari jurang kemiskinan.

“Literasi tidak hanya memperkaya kehidupan individu, tetapi juga menciptakan peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan keterampilannya. Ini juga salah satu indikator kunci dari kondisi ekonomi, karena menjadi indikator kualitas sumber daya manusia,” jelas Sri Sultan.

Kepala Perpusnas RI Muhammad Syarif Bando mengatakan, acara tersebut digelar dengan tujuan mengimplementasikan amanat Presiden RI dalam peningkatan kualitas SDM. Kemampuan aksesibilitas literasi di Indonesia masih kurang. Bahkan dari 10.000 respondens anak Indonesia, hanya 15% yang memahami informasi dari teks yang dibaca. Hal ini tentu sangat memprihatinkan.

“Masih banyak peserta didik kita yang betul-betul belum memahami makna dari isi tulisan yang dibacanya. Ini yang harus kita perbaiki,” kata Syarif.

Terkait dengan menggandeng banyak pihak pada acara penguatan literasi tersebut, Syarif menjelaskan, literasi digital ini akan mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi. Hal itulah yang membuat pihaknya menggandeng Kementerian Koperasi dan UKM RI untuk meningkatkan literasi para pelaku perekonomian. Pemula yang belum punya usaha yang karena keterbatasan keterampilan dan skill itu, mereka kesulitan membuka usaha mikro.

Selain itu, Perpusnas juga bekerja sama dengan BKKBN guna menekan prevalensi stunting. Perpusnas RI memastikan diri memberikan kontribusi dan support sumber informasi, serta  mengimplementasikan ilmu-ilmu terapan bagi masyarakat.

“Kita menghadirkan BKKBN karena punya program bagus untuk mengentaskan stunting. Stunting juga diakibatkan faktor-faktor keterbatasan keterbatasan informasi,” ujarnya.

Syarif menegaskan, saat ini perpustakaan bersifat inklusif. Perpustakaan tidak lagi eksklusif melayani orang-orang yang ada di civitas akademika saja, tapi menyasar pada masyarakat masyarakat pedesaan yang jumlahnya sangat besar.

“Kami perpustakaan menjaga masyarakat, bukan sebaliknya, karena tidak ada lagi masyarakat yang ke perpustakaan, ini yang kita galakkan,” pungkas Syarif.(Sekarlangit)