Diskusi Sastra ‘Hangatkan’ Yogyakarta Sebagai Kota Sastra

YOGYAKARTA – Pengembangan sastra di Kota Yogyakarta tidak sebatas pada sastra Jawa. Namun juga pada sastra Indonesia. Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta terus mengupayakan hal tersebut. Salah satunya lewat penyelenggaraan kegiatan Diskusi Sastra bertajuk “Menulis Sastra sebagai Profesi: Berani?” di Science Theater Taman Pintar Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Acara tersebut menghadirkan penulis kondang asal Yogyakarta, Budi Sardjono dari Komunitas Balong Literasi. Budi dulu populer dengan nama pena Agnes Yani Sardjono. Selain itu, hadir pula penulis independen Etyastari Soeharto dari Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) Yogyakarta.
Budi Sardjono mengungkapkan pengalamannya berkarya sastra. Ia menyatakan, sejak muda bisa hidup cukup dari profesi yang dilakoninya tersebut. “Kunci sukses menulis adalah riset yang mendalam,” paparnya.
Sepanjang puluhan tahun berkiprah sebagai penulis, Budi Sardjono melahirkan sejumlah karya. Di antaranya, Sang Nyai, Prau Layar di Kali Code, Selendang Kilisuci, dan lain-lain. Tak hanya menulis fiksi, Budi juga mengajak masyarakat menulis nonfiksi dengan beragam pilihan topik.
Berbeda dengan penulis satu ini, Etyastari Soeharto. Menurut Etyastari, menerbitkan buku tak harus menunggu pinangan penerbit mayor. Prinsip itulah yang dibuktikan dirinya. Ia telah menerbitkan sejumlah buku independen bertajuk Mosaic of Haramain, Meinopoli: Cerita Panjang Tentang Sebuah Kapan, dan Ethalase: Kedai Cerita Etyastari Soeharto.
Dengan marketing yang terukur, lanjut Etyastari, menerbitkan buku secara independen memiliki prospek yang bagus. Menurutnya, salah satu keuntungan menerbitkan secara independen adalah bisa mengejar momentum.
Selain menghadirkan dua penulis yang telah lama berkiprah di Kota Jogja, kegiatan Diskusi Sastra juga menampilkan hiburan pertunjukan Tari Sari Kusuma oleh Kalyana Parahita Laksmita Persada. Diskusi sendiri digawangi moderator Dian Korprianing Nugraha.
Salah satu peserta Diskusi Sastra, Dian Kristiana (42) mengapresiasi kegiatan yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta tersebut. Sebagai seorang ibu yang memiliki hobi menulis, dirinya terkadang bingung harus memulai dari mana. Kegiatan Diskusi Sastra tersebut baginya menjadi semacam oase di padang gurun yang memacu semangatnya untuk mulai menulis.
Kepala Bidang Seksi Sejarah Permuseuman Bahasa dan Sastra Drs. Dwi Hana Cahya Sumpena berharap, kegiatan tersebut bermanfaat dalam menumbuhkan semangat berkarya sastra.
Sementara itu, Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Ismawati Retno, S.I.P., M.A. menjelaskan, kegiatan Diskusi Sastra menjadi langkah awal dalam upaya pengembangan sastra Indonesia di Kota Pelajar. Ia menegaskan, semangat berkarya sastra Indonesia maupun sastra Jawa di Kota Yogyakarta perlu terus didukung. Potensi sastra di Kota Yogyakarta luar biasa untuk digali dan dikemas dalam berbagai bentuk agenda yang menghangatkan Yogyakarta sebagai Kota Sastra.(redaksi)