Kontribusi untuk Kota Kelahiran, 10 Catatan Program Rodanya Masbagia (Seri Pertama – Bersambung)
Tepat pukul 20.00 WIB dengan di temani rintik-rintik hujan, peneliti datang di rapat RT yang rutin diselenggarakan oleh satu RW di Magersari. Sejatinya, kedatangan peneliti didorong keingintahuan pembangunan di level kampung. Benarkah, sesuai dengan hipotesis yang dipikirkan penulis.
Ketua RW dan tujuh Ketua RT sudah hadir di awal. Sambil menunggu kedatangan ketua RT yang lain, dua ketua RT guyon-guyon tentang bantuan yang baru saja diterima. Ketua RT 11 menyatakan, ” alhamdulillah dapat bantuan sound system. Baru kali ini dapat bantuan, biasane tidak dapat”. Kemudian, ketua RT 6 menimpali, “padahal aku yo ora ngerti nggawe RKM. Tapi entuk bantuan, yo ditompo wae”. Sementara itu, Pak RW yang duduk manis di sampingnya, ia menanggapi guyonan RT dengan senyum-senyum saja.
Itulah sedikit gambaran suasana rapat RT di tengah pencairan bantuan Rodanya Masbagia (Program Pemberdayaan Masyarakat Maju Sehat dan Bahagia) yang merupakan salah satu dari sembilan Program Unggulan Kepala Daerah Kota Magelang, Jawa Tengah hari ini. Selain program pemberdayaan ini, masih ada program-program yang lain seperti: Magesty (Magelang Smart City), Programis (Program Magelang Agamis), Magelang Keren (Kelurahan Enterpreneurship Centre), Magelang Cinta Organik, Jemput Sakit Antar Sehat, Balai Belajar, Ngopi Bareng Pak Wali dan Jawani (Jaga Warga dari Pandemi).
Sekalipun sebagai topik diskusi dan bahan kajian semua program itu menarik dan kami sangat antusias membahasnya, namun tulisan kali ini hanya akan mengulas Rodanya Masbagia. Ketertarikan penulis mengingat ia merupakan program pemberdayaan yang pasti akan melahirkan perubahan di Kota Magelang.
Selain itu, sejak digulirkan tahun 2020 program pemberdayaan ini sudah menunjukkan perkembangan. Dalam bahasa sederhana Roda Sudah Berputar, setidak-tidaknya RT sudah menerima usulan realisasi RKM (rencana kerja masyarakat). Internet dan pengadaan sarana prasarana kampung sudah bisa dinikmati di masyarakat.
Pada saat tim kunjungan ke Cacaban secara kebetulan bertemu dengan tim pemerintah kota yang akan memasang internet tersebut. Demikian pula, salah satu temuan FGD (Focus Group Discussion) di Kelurahan Magersari, Internet, perbaikan sarana dan prasarana kampung dan pelatihan tata boga sudah dinikmati warga.
Sekalipun demikian, bicara Rodanya Masbagia terkait erat dengan janji pemberdayaan. Ini artinya, apakah proses dan capaian sementara pemberdayaan benar-benar berjalan? Di sinilah arti penting “diskusi, dialog, dan kritik”.
Meminjam Perspektif Kritis Habermas, kran public sphere harus dibuka. Semua pihak diminta menunjukkan opini masing-masing. Nalar komunikatif dikembangkan dalam diskusi demokratis. Opini dari pemerintah, masyarakat, pengusaha dan tentunya juga pada masyarakat sipil (civil society) didengar dengan seksama. Nah, tulisan ini termasuk salah satu perspektif masyarakat sipil itu.
Tulisan ini bermaksud menyuguhkan catatan dan mungkin, masukan “berharga” demi perbaikan program dan kebijakan. Tidak ada motivasi mendalam yang dipunyai penulis, kecuali berkontribusi bagi kota di mana kakek, ayah, kerabat, anak dan penulis sendiri dilahirkan. Intinya, kita berniat baik membangun Kota Magelang yang “Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Kertoraharjo“.
Gambaran Singkat Metodologis
Ada baiknya kami menjelaskan sedikit metode yang digunakan dalam penulisan ini. Terkait dengan kemunculan tulisan, penulis adalah warga Kota Magelang yang perlu berterima kasih kepada kota kelahiran dengan cara berkontribusi. Kami sebagai pemberdayaan, pembelajar kebijakan publik, dan sosiologi yang menekuni pemberdayaan lapang. Rachmad K Dwi Susilo concern pada isu-isu tentang kebijakan publik, sosiologi dan tata kelola (governance) dan Ridwan Irawan concern pada isu advokasi dan pemberdayaan masyarakat.
Adapun terkait dengan metode pengumpulan data, penjelasan kami sebagai berikut. Teknik pengambilan subyek yaitu purposeful sampling yang tersebar di tiga kelurahan yakni Kelurahan Magersari, Kelurahan Cacaban, dan Kelurahan Wates. Subyek meliputi ketua RT, ketua RW, anggota Pokmas, dan Pendamping. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan studi arspi/dokumen. Maka, FGD (Focus Group Discussion) dan wawancara ketua RW digunakan tiga kelurahan tersebut.
Logika berfikir yang digunakan yakni studi kebijakan dan studi sosiologis dengan cara mengaitkan apa yang diidealkan sebagai “janji” kebijakan dan temuan-temuan yang merupakan realitas lapang. Catatan metodologis yakni temuan-temuan penulis bertujuan memberi masukan, yang bermanfaat lebih kepada opini publik sebagai bahan-bahan untuk evaluasi dan monitoring program.
Mengingat penelitian kecil ini merupakan pekerjaan “sukarela” dengan pendanaan mandiri, maka akses terhadap target pemberdayaan makro bisa jadi kurang. Penulis akui bahwa di situlah keterbatasan tulisan ini. Tentunya, ke depan bisa disempurnakan oleh siapapun yang memiliki minat sama.
Isu dan Persoalan Penting
Poin-poin penting yang perlu dijelaskan terkait dengan esensi program pemberdayaan yang bertujuan melahirkan perubahan social. Nah, aktivitas riset ini merupakan langkah untuk menggambarkan dan sedikit refleksi berfikir perkembangan dari Rodanya Masbagia di lapang. Beberapa isu yang bisa dan mungkin perlu perhatian sebagai berikut,
- Terkait Istilah atau Semangat Pemberdayaan
Kondisi menggembirakan yakni program sudah berjalan di lapang. Semua komponen sudah bergerak atau menunjukkan kemajuan (progress). Ketua RT di Kelurahan Magersari yang penulis temui menjelaskan penerimaan bantuan dengan wajah suka cita. Agak lucu memang, sebab prioritas pembangunan kepala daerah hari ini sejatinya pembangunan non-fisik, tetapi ternyata visi misi non-fisik ini mau tidak mau pasti bersentuhan dengan perubahan-perubahan fisik seperti pengadaan barang dan perbaikan gudang/balai RW. Di sinilah, pengadaan dan perbaikan fasilitas RT dan RW menjadi usulan warga kebanyakan seperti yang ditemukan di lapang.
Keadaan ini tidak menyimpulkan berarti sia-sia, toh masyarakat mendapatkan bantuan yang kecil kemungkinan disetujui oleh musrenbang. Jika demikian, perubahan mindset non-fisik belum terlihat dalam “sementara” pemberdayaan ini, narasi pemberdayaan bukan lagi pemberdayaan RT tetapi pemberdayaan kampung melalui program RT atau percepatan pembangunan berbasis APBD.
- Terkait Prinsip-Prinsip Pemberdayaan
Rodanya Mas Bagia mengusung asaz transparansi, partisipasi, akuntabel, dan berkelanjutan. Di sinilah kita perlu menyegarkan kembali prinsip-prinsip di atas, benarkah praktik implementasi di lapangan sudah on the track mengacu pada prinsip-prinsip di atas?
Temuan-temuan lapang melahirkan pertanyaan, bagaimana “proses” pembentukan pokmas? Benarkah ia dilakukan secara partisipatif? Bukan sekedar tunjukan lurah, tanpa musyawarah mufakat? Selain itu, sering kali berseliweran informasi di lapang yang belum “terkomunikasikan”. Misal, Ketua RT banyak bertanya, kenapa kebutuhan RT yang diajukan kok tidak disetujui? Kenapa yang tidak diajukan kok malahan disetujui? Nah, bagaimana transparasi dipraktikkan di lapang? Jika sudah dilakukan, terus akhirnya, transparansi dan partisipasi bagi siapa? Apakah hanya sebatas stakeholders kota atau termasuk di dalamnya aktor-aktor komunitas?
- Terkait dengan the Real agent of Social Change
Sekilas kita membaca bahwa pemberdayaan ini diperuntukkan bagi warga RT, maka pihak RT menjadi ujung tombak. Pihak RT merupakan objek dan sekaligus subjek. Namun, pada praktik lapang, Ketua RT hanya bagian kecil dari “mesin” birokrasi tersebut. Selain RT, ada penentu lain seperti pendamping, pokmas, lurah, konsultan, atau pihak-pihak lain? Nah, Ketua RT terus diharapkan berperan sebagai apa?
Ini salah satu analisa aktor penentu pemberdayaan, Anda boleh menggunakan perspektif sistem. Dengan perspektif ini, kita bisa menyatakan bahwa semua pihak harus terlibat dan “gotong-royong”. Baik aktor level RT sampai kelurahan bekerja sama. Nah, pertanyaannya, bagaimana dan sejauh mana koordinasi, kerja sama, atau kolaborasi aktor dilaksanakan hari ini?
- Terkait dengan Pengetahuan Pemberdayaan
Subjek yang kami temui di lapangan menyatakan, bahwa rata-rata pelaksana program masih dalam tahap “belajar” yang disebabkan, pertama, karena model pemberdayaan mengadopsi dari kota lain. Oleh karena itu, dibutuhkan adaptasi. Kedua, baru tahun pertama dipraktikkan di Magelang bisa jadi masih menyisakan kelemahan dan keterbatasan, maka kunci keberhasilan terletak pada pengetahuan dan pengalaman aktor.
Pengetahuan pemberdayaan menjadi modal utama pelaku-pelaku lapang. Isi kebijakan, petunjuk pelaksanaan dan modifikasi petunjuk dan bahkan “diskresi” merupakan sekumpulan pengetahuan atau kita sebut ekosistem pengetahuan.
Nah, bagaimana pengetahuan aktor-aktor lapang hari ini, adakah sosialisasi program pemberdayaan secara tuntas? Pernahkah mengukur pengetahuan mereka? Kalau ada pendamping yang tidak “cakap” dalam memberi pengetahuan di lapang sudahkah diatasi?
- Terkait dengan RKM (Rencana Kerja Masyarakat)
RKM menjadi instrumen pemberdayan yang awal dari Rodanya Masbagia. Instrumen ini menjadi penting karena OPD tingkat kota dan OPD di tingkat kelurahan bisa memahami duduk persoalan, potensi, dan kebutuhan RW dan termasuk pelaksanaan program. Usulan RKM akan bisa mengisi kelemahan dari proyek pembangunan lain, misalnya pengajuan Musrenbang yang tidak semua ter-acc.
Nah, yang terjadi tidak semua RKM dibuat oleh RT. Beberapa RT yang “tidak mau ribet”, menyerahkan pembuatan RKM pada orang/pihak lain. Belum lagi kita mendiskusikan persoalan implementasi usulan RKM yang kadang membingungkan dan sering tidak sesuai ekspektasi pengusul. Rekomendasi untuk RKM yakni perlu ada komunikasi intensif antar-aktor demi menjelaskan transparansi keputusan dan pertimbangan usulan dan tindak lanjut RKM tersebut. (Bersambung)
——————————————————————————————————-
Tulisan ini merupakan kolaborasi dua penulis, yakni Rachmad Kristiono Dwi Susilo, MA, Ph.D, Dosen Sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur concern pada Isu-Isu Sosiologi, Kebijakan Lingkungan, Pemberdayaan Masyarakat dan Kepenulisan dan Ridwan Irawan, M.Si yang sekarang sebagai Konsultan Pendidikan Karakter Bangsa dan menekuni dunia pengajaran, pelatihan dan community development.