Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) mengenai Kampung Religi di Kelurahan Gelangan, Kota Magelang pada tanggal 27 Mei 2024 lalu.

Inovasi “Kampung Religi” untuk Magelang Maju, Sehat, dan Bahagia

Opini

Oleh: Rachmad K.Dwi Susilo, M.A, Ph. D,*

Sambang ke Kelurahan Gelangan

Senin, 27 Mei 2024, dengan ditemani Mas Agung (teman penulis), penulis sambang ke Kantor Kelurahan Gelangan untuk menggali lebih dalam kampung Religi. Kegiatan yang didorong hobi dan kebiasaan ini didorong oleh statemen birokrat pada saat menanggapi pertanyaan warga pada Kegiatan Ngopi Bareng Pak Wali setahun lalu, di mana penulis kurang puas tentang penjelasan religi pada kampung yang dimaksud. Mungkin, para birokrat masih memahami religi sebagai agama, agamapun bukan konteks, tetapi sebagai teks suci. Pada sebuah percakapan, sering penulis mengejar dengan ukuran atau indikator kampung, selalu saja diperoleh jawaban yang “berputar-putar” pada ranah teks normatif.

Kemudian, sepanjang penulis memahami agama dalam perspektif Sosiologi dan community development, ia tidak dilihat sebagai doktrin atau teks. Agama merupakan realitas sosial yang mampu diarahkan sebagai kekuatan rekayasa sosial. Masih sekedar hipotesis, pelaksana kampung religi belum sepenuhnya memahami ke arah sana. Perlu penggambaran data-data sosiologis tentang “sejatinya” kampung religi yang kemudian diperkuat dengan pengerahan sumber daya (resources) kebijakan.

Baca juga :  Rodanya Masbagia di Tahun Ketiga; akan Berputar Ke Mana?

Adapun terkait pertimbangan sambang ke Kelurahan Gelangan ini karena secara sepintas praktik kampung religi ideal. Kampung Religi kelurahan ini tersebar di lokasi yaitu Panjang Baru (RW VII), Poncol (RW IV), Gelangan, Kali Kambang, Pasar Telo (RW V), Samban (RW VI), Ngentak (RW X), Ngentak Murni (RW III), Ketepeng (RW VIII), dan Kwayuhan. Kelurahan ini bisa dikatakan memiliki warga plural dan bervariasi, baik dari sisi keruangan dan struktur sosial.

Dengan FGD (Focus Group Discussion) kecil-kecilan, penulis ditemani Ibu Bu Tin Indarti (Kasi Pemerintahan Kelurahan Gelangan), Bapak Aris (Koordinator Kampung Religi Gelangan, Kali Kambang, Pasar Telo (RW V), Bapak Nurholis (Koordinator Kampung Religi Kwayuhan), dan Bapak Kris (koordinator Kampung Religi Ketepeng). Aris dan Nurholis muslim, sedangkan Kris penganut Katolik.

Kami berdiskusi kurang lebih tiga jam dengan suasana informal dan sangat santai yang akhirnya menemukan banyak temuan positif untuk memberikan gambaran empiris kampung religi Kelurahan Gelangan yang bisa diringkaskan sebagai berikut:

  1. Kampung ini sudah ada sejak tahun 2022 di mana dalam satu kelurahan terdiri dari delapan Kampung Religi.
  2. Praktik-praktik terbaik

a. Nilai-Nilai Toleransi

Nilai-nilai toleransi yang diwujudkan dalam kegiatan lintas agama baik penganut Islam dengan Katolik. Peringatan hari besar dilaksanakan bersama-sama, baik Hari Natal dan Lebaran menjadi hari raya yang diikuti semua. Selain itu, Pak Kris membolehkan rumahnya digunakan untuk yasinan. Ia menyatakan, adanya sadranan “model” Katolik. Kegiatan keagamaan, yang dilakukan “malam Maria” yang bersifat: terbuka, penggalangan dana, bantuan lansia, dan tidak menonjolkan atribut agama. Kemudian, Bapak Nurkholis menceritakan warga non-Islam sudah menunggu di luar masjid, begitu Salat Idul Fitri selesai. Satu warga tanpa membedakan agama, saling memaafkan.

b. Komitmen Kebangsaan

Komitmen kebangsaan dilaksanakan melalui penanaman nilai-nilai cinta lingkungan kepada anak-anak. Pak Kris menceritakan kegiatan “piknik” bersama anak-anak muda yang menjelaskan tentang mencintai bumi dan alam semesta. Kemudian, puncak kegiatan yaitu terselenggaranya Kirab Kebangsaan, Desember 2023. Uniknya, ia menggabungkan kegiatan resmi ini dengan kegiatan adat dan agama. Didalamnya terdapat kegiatan: sholawatan, mujahadahan dan ceramah agama.

c. Pengendalian dan Pencegahan Konflik

Pengendalian dan pencegahan konflik dilakukan dengan pelibatan anak-anak muda kepada kegiatan yang otomatis adanya peningkatan kepedulian warga pada kampung. Berkali-kali para aktivis menyatakan, tidak ada pelaku kriminal dari warga kampung ini. Seandainya adapun banyak dilakukan warga luar kampung yang datang. Kondisi ini sejatinya  disebabkan peran aktif dari RT dan tokoh-tokoh masyarakat.

d. Akomodatif terhadap Kebudayaan Lokal

Akomodatif terhadap budaya lokal dilaksanakan melalui kegiatan sadranan, sholawatan, pengajian, dan yasinan. Dari sini kita bisa menyimpulkan, kampung religi bukan sekedar bantuan kepada rumah ibadah, tetapi keaktifan warga pada kegiatan sosial melalui pengembangan adat, agama dan budaya. Keswadayaan sosial menjadi ciri khas, karena banyak donatur yang tertarik menyumbang.

Wali Kota Magelang dr. Muchamad Nur Aziz saat mencanangkan Kampung Religi beberapa waktu lalu.

Pertemuan rutin menjadi ciri khas pelaksana kampung religi. Kegiatan ini dilaksanakan oleh koordinator atau forum komunikasi bersama anggota.

Dibanding dengan kelurahan lain, keuntungan Kelurahan Gelangan sudah memiliki kegiatan rutin yang mengakar sebagai budaya dan adat istiadat jauh sebelum dicanangkan atau diperkuat dengan perwali, maka pihak kelurahan dan warga tidak perlu mencari tema-tema kegiatan atau mengada-adakan yang tidak ada, cukup menguatkan saja.

  1. Kekurangan selama ini- yang mungkin dialami kampung lain pula- SK Kampung Religi masih dipegang Kasi Pemberdayaan Kelurahan, di mana kemungkinan besar pemahaman para aktivis tentang Kampung Religi belum merata. Sekalipun demikian ini merupakan sebuah proses yang perlu penguatan terus menerus.

 Kampung Religi

kampung Religi menjadi salah satu Program Magelang Agamais merupakan salah satu dari 9 Program Unggulan Kota Magelang yang harus dilaksanakan, maka ia sejajar atau satu level dengan program-program lain seperti Rodanya Masbagia (Program Pemberdayaan Masyarakat Maju Sehat dan Bahagia), Magesty (Magelang Smart City), Magelang Keren (Kelurahan Enterpreneurship Centre), Magelang Cinta Organik, Jemput Sakit Antar Sehat, Balai Belajar, Ngopi Bareng Pak Wali dan Jawani (Jaga Warga dari Pandemi).

Seperti dinyatakan RPJMD 2021-2026, program ini merupakan upaya  mewujudkan Masyarakat yang Relijius, Berbudaya, Beradab, Toleran, Berlandaskan Imtaq dengan program Peningkatan peran rumah ibadah. Selain itu visi dilaksanakan dengan cara mengapresiasi untuk pembinaan keagamaan.

Program Agamais yaitu program dalam rangka mewujudkan masyarakat yang religius, berbudaya, beradab, toleran dan berlandaskan iman dan taqwa. Sedangkan, pembentukan dan penghargaan kampung religi menjadi salah satu dari program agamais lain seperti pemberdayaan rumah peribadatan, pendirian Magelang Rumah Bersama dan pembinaan keagamaan (Pasal 3, Perwali Nomor 54 Tahun 2022 tentang Program Magelang Agamais).

Tujuan dan harapan pembentukan kampung religi seperti dinyatakan Bapak Edi Priyambudi, S.Sos, M.M, yaitu untuk mewujudkan tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan yang berlandaskan nilai agama dan sosial serta budaya masyarakat setempat. Tatanan yang dimaksud meliputi:

  1. Meningkatnya iman dan taqwa
  2. Pengetahuan ilmu agama semakin luas dan luwes
  3. Kerukunan hidup beragama lestari
  4. Pengalaman hidup beragama mantap
  5. Berkembangnya akhlakul karimah
  6. Meningkatnya peran serta umat beragama dalam pembangunan daerah.

Pernyataan Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kota Magelang di atas menguatkan Pasal 5, Perwali Nomor 54 Tahun 2022 tentang Program Magelang Agamais.

Kampung religi merupakan model pendekatan berbasis masyarakat/komunitas untuk pencegah radikalisme dan upaya menjaga Kota Magelang sebagai kota yang aman dan nyaman, sekalipun tidak ada sejarah konflik yang bersumber masalah agama di kota kecil ini. Wawancara kepada stakeholders Kampung Religi, rata-rata mereka memiliki perspektif antisipasi.

Pada konteks ini aktivitas Kampung Religi tersambung pada kegiatan-kegiatan FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama). Monitoring dari kinerja forum ini dilakukan oleh Bakesbangpol dan Linmas Kota Magelang. Bahkan, pada kasus tertentu kegiatan-kegiatan Kampung Religi berkembang kepada capaian-capaian program lain, seperti peningkatan kinerja UMKM.

Harapan wali kota yaitu peran maksimal Kampung Religi terlibat pada penyelesaian masalah sosial, bisa jadi kampung ini untuk pemberdayaan dan sekaligus menjalin toleransi.

Dikatakan Wali Kota Magelang,

“Kampung ini diharapkan akan meningkatkan peran tempat ibadah, bahwa peran fungsi tempat ibadah tidak sekadar difungsikan sebagai tempat peribadatan saja namun juga sebagai wahana pendidikan, musyawarah mufakat, sosial kemasyarakat hingga perekonomian”

(https://humas.magelangkota.go.id/kampung-religi-bangun-toleransi-antar-umat-beragama-di-kota-magelang/#:~:text=Kampung%20Religi%20merupakan%20cerminan%20dari,sosial%20serta%20budaya%20masyarakat%20setempat)

Pada upaya peningkatan indeks Kota Toleran, Kampung Religi menjadi salah satu poin daya ungkit, maka pelembagaan (instituzionalization) dan pengembangan komunitas (community development) kampung religi menjadi urusan yang sangat penting.

Capaian Pembentukan Kampung Religi

1.Terbit Regulasi

Terbitnya Perwali nomor 54 Tahun 2022 tentang Program Magelang Agamais untuk menguatkan program sekaligus sebagai panduan pembentukan kampung religi. Program Agamais tidak hanya kampung religi, tetapi Kampung Religi sebagai salah satunya. Selama ini sosialisasi dan internalisasi ke jajaran perangkat daerah termasuk lurah dan seluruh stakeholder sudah dilakukan.

2. Penunjukkan Kampung

Penunjukkan kampung yang mengusung tema religi berada dalam sebuah kelurahan. Syarat diakuinya kampung ini cukup memastikan adanya kepengurusan. Penunjukkan merupakan kewenangan lurah. Data yang tercatat dari Kesra hari ini berjumlah 107 kampung bervariasi dan tersebar pada semua kelurahan.

Jumlah terbanyak 9 kampung (Kelurahan Magersari), yang berjumlah 8 (Kelurahan Kramat Selatan, Kelurahan Wates, Kelurahan Gelangan, Kelurahan Panjang, Kelurahan Kemirirejo). Sedangkan jumlah kampung religi paling sedikit, yaitu 3 kampung di Kelurahan Jurangombo Utara,

Menurut Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kota Magelang, kondisi kampung sangat bervariasi. Ada yang sudah berjalan sesuai harapan dan ada yang tidak banyak bekerja alias membutuhkan pendampingan. Selama ini bagian kesra memonitor melalui pelaporan yang disampaikan oleh koordinator dari kampung tersebut.

3. Dana Operasional

Wujud pembinaannya, Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kota Magelang tahun 2024 mengadakan Sosialisasi Operasional Kampung Religi se-Kota Magelang. Dana operasional yang diberikan per kampung sebesar Rp 1 juta untuk 108 kampung. Kesra yang mencairkan anggaran ini dan sudah tersalurkan dengan baik untuk pembelian makanan dan minuman rapat

Perlu Monitoring

Tujuan monitoring yaitu menilai perkembangan kampung yang sudah diperkuat Perwali sejak 2022. Monitoring adalah aktivitas yang ditujukan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari suatu kebijakan yang sedang diimplementasikan (Subarsono, 2006). Kebijakan tidak cukup berhenti pada launching, tetapi perlu dimonitor, apakah perjalanan sudah seperti diharapkan dan tidak timbul efek negatif? Dunn menyatakan, konsekuensi tindakan kebijakan tidak pernah diketahui secara penuh, sehingga monitoring menjadi keharusan. Monitoring akan melahirkan, kepatuhan, pemeriksaan, akuntansi, dan eksplanasi (Dunn, 1998).

Salah satu kegiatan Kampung Religi Kelurahan Gelangan, (Sumber foto: Krisdarwanto)

Prinsip monitoring mengedepankan penguatan pengembangan masyarakat (community development) yang mengukur potensi-potensi dan gerak komunitas dalam mengejawantahkan nilai-nilai kampung religi. Tujuan pengembangan masyarakat adalah untuk mencapai solidaritas dan keagenan (agensi) yang berpegang pada prinsip-prinsip menolong diri sendiri, merasakan kebutuhan dan partisipasi. Pada cakupan ini, aktivitas apa pun (pembangunan ekonomi, pengorganisasian pekerja pertanian migran, mobilisasi untuk hak-hak minoritas, perawatan lansia, itu lingkungan hidup, hak budaya, atau sekolah yang lebih baik (Bhattacharyya, J, 2004).

Terkait dengan hal ini, pemerintah berkepentingan memonitor gerak dari pembentukan yang selanjutnya memberikan penghargaan kampung religi setiap tahun seperti dinyatakan oleh Perwali. Menanggapi ini, tim Bagian Kesra di bawah koordinator Asisten I merancang lembar evaluasi yang memonitor perkembangan dari kampung-kampung religi. Poin monitoring tidak hanya menilai ketaatan menjalankan agama saja, tetapi juga melaksanakan nilai-nilai baik lain.

  1. Nilai-nilai Toleransi (penilaian atas pemahaman masyarakat tingkat kematangan kelembagaan, jamaah rumah ibadah, kegiatan rumah ibadah, dan kerukunan antarumat beragama).
  2. Komitmen Kebangsaan (penilaian atas sosialisasi kepada masyarakat, partisipasi dan peran masyarakat).
  3. Pengendalian dan Pencegahan Konflik (penilaian atas pemberantasan penyakit masyarakat, pencegahan konflik, kriminalitas).
  4. Akomodatif terhadap Kebudayaan Lokal (penilaian atas gotong royong, rembug warga, berniaga nirlaba).

Mungkin perlu, pengembangan dan penyempurnaan poin-poin di atas sebagai instrumen pengumpulan data yang mudah digunakan di lapang sehingga kita mengetahui “realitas sosial sebenarnya” kampung. Jika perlu kita baca Perwali lagi untuk membuat jangkauan data base kampung semakin lengkap. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagai kebijakan menyeluruh semua kampung perlu dilakukan. Langkah ini akan membantu pengategorian dinamika dan kualitas kampung yang selanjutnya bisa digunakan untuk intervensi sosial dari kebijakan agar pengembangan kampung mampu melahirkan output dan outcome seperti diharapkan bersama. (****)  

*Penulis adalah Tenaga Ahli Pemerintah Kota Magelang Bidang Sosiologi, Pemberdayaan Masyarakat, dan Inovasi Sosial, sekaligus Sekretaris Prodi S2 dan S3 Sosiologi Direktorat Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Referensi:

  • Bhattacharyya, J. (2004). Theorizing community development. Community Development, 34(2), 5-34.
  • Dunn, W. N. (2017). Pengantar analisis kebijakan publik.
  • (2006). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi

 

 

 

birokrat community development FGD Focus Group Discussion Kampung Religi kebijakan Kegiatan Ngopi Bareng Pak Wali Kelurahan Gelangan perspektif Sosiologi resources statemen sumber daya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts