Salah satu sudut ikonik Kota Magelang (dok. pribadi/ Rachmad Kristiono DS.)

Kontribusi untuk Kota Kelahiran, 10 Catatan Program Rodanya Masbagia (Seri Kedua- Tamat)

Opini

Tulisan pertama membedah soal Rodanya Masbagia (Program Pemberdayaan Masyarakat Maju Sehat dan Bahagia) yang merupakan salah satu dari sembilan Program Unggulan Kepala Daerah Kota Magelang, Jawa Tengah hari ini. Selain program pemberdayaan ini, masih ada program-program yang lain seperti: Magesty (Magelang Smart City), Programis (Program Magelang Agamis), Magelang Keren (Kelurahan Enterpreneurship Centre), Magelang Cinta Organik, Jemput Sakit Antar Sehat, Balai Belajar, Ngopi Bareng Pak Wali dan Jawani (Jaga Warga dari Pandemi).

Kelanjutan dari tulisan seri pertama ini masih sama, membedah dan memberikan kritik masukan dari para penulis. Selamat membaca!

 

 6. Terkait Partisipasi Ketua RT

Jika mengacu kepada komitmen awal 30 juta untuk RT, yang menjadi ujung tombak adalah ketua RT. Berbarengan dengan hingar bingar pilkada, 30 juta per RT dipersepsi Ketua RT sebagai “reward” kemenangan. Eh, ternyata menjadi program yang mau tidak mau melekat birokrasi. Persoalannya, pengetahuan tentang program menjadi persoalan RT. Kapasitas Ketua RT beragam, ada yang mampu, tidak mampu dan ada pula ketua RT yang apatis. Memang, yang diidealkan Ketua RT sebagai pemberdaya di mana mereka mau dan mampu berproses mulai dari pembelajaran sosial  sampai eksekusi lapang. Pertanyaannya, berapa prosentase RT yang memiliki karakter begitu? Sudahkah ada peningkatan kapasitas ketua RT?

 7. Terkait Kinerja Pendamping

Dalam Perwali Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Pedoman Teknis Program Pemberdayaan Masyarakat Maju Sehat dan Bahagia dinyatakan bahwa pendamping bertugas mendampingi pihak “kampung” mulai  perencanaan, pelaksanaan, sampai pada pertanggungjawaban. Tugas-tugas tersebut telah dilakukan setidak-tidaknya ketika menyusun RKM dan mengisi profil RT sampai pada pengusulan. Bahkan, Kelurahan Magersari bertempat di kantor yang disediakan.

Baca juga :  Kontribusi untuk Kota Kelahiran, 10 Catatan Program Rodanya Masbagia (Seri Pertama - Bersambung)

Dalam struktur internal pendamping dibagi koordinator kota dan koordinator kecamatan. Kelebihan pendamping yaitu bertugas memberikan informasi untuk pihak RT dengan kelompok masyarakat. Ia juga menjembatani informasi aktor-aktor di komunitas dengan OPD. Selain itu, pendamping merupakan orang orang yang “bekerja”, maka kondisi ini sejatinya kontras dengan  pokmas yang pada saat tulisan ini dibuat belum ada insentif.

Nah, temuan lapang menyatakan kapasitas pendamping itu bervariasi. Ada pendamping yang kapabel dan ada pula yang tidak bisa apa-apa di lapang. Ketua RT yang kita temui menyatakan bahwa ia senang karena pendamping bisa datang kapanpun asal dihubungi. Sementara Ketua RT lainnya menemukan pendamping yang tidak bisa menjawab pertanyaan masyarakat. Pertanyaannya, bagaimana sistem rekrutmen pendamping? Adakah pelatihan dan penguatan kapasitas pendamping? Berapa kali dilakukan? Kemudian, bagaimana sistem evaluasi bagi  pendamping?

8. Terkait dengan Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Kelompok masyarakat yakni organ Rodanya Masbagia yang memiliki tugas pengadaan barang/jasa kegiatan Rodanya Masbagia. Anggota Pokmas yakni dipilih dari anggota masyarakat, biasanya warga atau tokoh yang aktif dikelurahan yang ditunjuk lurah dengan legalisasi SK Camat.  Berbeda dengan pendamping, tidak ada insentif untuk pokmas. Padahal karakter Magelang sebagai wilayah perkotaan tidak bisa mengandalkan murni pekerjaan sosial. Rata-rata mereka orang biasa yang belum tentu menduduki strata menengah ke atas, maka dipikirkan “asupan” logistik ini.  Hasil wawancara dengan pihak pemerintah menyimpulkan bahwa pelaksana Rodanya Masbagia sudah tanggap pada masalah pragmatis ini dan pastilah akan segera terselesaikan.

Nah, pertanyaan berikutnya, benarkah anggota pokmas benar-benar kapabel. Temuan-temuan lapang menyatakan bahwa ada pemilihan anggota pokmas (tidak semua) yang berjalan secara tidak demokratis. Kemudian, bagaimana, evaluasi anggota Pokmas karena kemungkinan besar pasti ada yang tidak aktif?

9. Terkait dengan Evaluasi Kebijakan Publik

Program Rodanya Masbagia sejatinya salah satu bentuk kebijakan publik yang diselenggarakan negara untuk mengatasi masalah-masalah publik yang dihadapi warga. Pada konteks Kota Magelang, kemiskinan, defisit kewirausahaan, dan pembangunan menjadi persoalan yang akan diselesaikan oleh program ini.

Tahapan-tahapan kebijakan publik dimulai dari inisiasi formulasi sampai evaluasi monitoring. Pada konteks pelaksanaan Rodanya Masbagia hari ini, evaluasi menjadi poin penting, maka pekerjaan ini harus dilakukan. Jika menemukan hasil tidak maksimal, tidak “haram” mereformulasi kebijakan. Evaluasi bisa sekedar mendeteksi persoalan sementara lapang, juga untuk mempertimbangkan revisi perwali atau badan/organisasi yang merealisasikan kebijakan tersebut.

Bagaimana evaluasi dilakukan? Bagaimana metodenya? Apakah per kecamatan, per kelurahan, per RW atau per RT? Kalau di Kelurahan Magersari misalnya, apakah tim evaluasi bisa menyimpulkan plus minus antara Magersari Bengkok, Mbaraan, Gak Komojoyo dengan Jaten? Bisakah tim evaluator mencapai hasil sedetil itu?

Bagaimana “tindak lanjut” evaluasi? Bagaimana pemanfaatan hasil demi perbaikan program? Bagaimana pengembangan program ini selanjutnya? Evaluasi dan pembenahan apa yang seharusnya dilakukan untuk masa yang akan datang?

10. Terkait Modalitas

Secara sosiologis, keberhasilan dan keberlanjutan program sangat ditentukan oleh modalitas yang dipunyai dan dikembangkan oleh aktor. Karena itu, faktor  ketersediaan modalitas  perlu diperhatikan baik oleh para pelaku lapang maupun pengambil kebijakan.

Modalitas bisa berupa modal fisik, modal manusia, modal simbolik dan modal social, serta modal-modal yang lain. Jika tidak ada analisa modalitas, bisa dipastikan program sekedar mengulang-ulang kebijakan yang telah dipraktikkan di kota/kabupaten yang lain. Pertanyaan, bagaimana “peta” modalitas aktor-aktor di level kampung? Apakah sudah ada, wahai agen perubahan kota?

Analisa kebijakan menyatakan bahwa pemberdayaan Rodanya Masbagia merupakan tanggung jawab negara, namun jangan melupakan peran aktor-aktor non-negara.

Akhirnya, Rodanya Masbagia merupakan model pemberdayaan yang unik sebab menggabungkan potensi dan kekuatan dari organ negara dengan organ komunitas. Ini berarti tidak ada dikotomi atau oposisi biner antara top down dengan bottom up. Namun, “kreativitas” ini tidak bisa otomatis menuai keberhasilan, Di sinilah sejatinya, Rodanya Masbagia merupakan pekerjaan kolektif yang membutuhkan kerja sinergis dan kolaboratif.

Selamat Kota Magelang. Anda sudah memulai sebuah perubahan sosial yang besar. Moga sukses selalu. (Tamat)

—————————————————————————

Tulisan ini merupakan kolaborasi dua penulis, yakni Rachmad Kristiono Dwi Susilo, MA, Ph.D, Dosen Sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur concern pada Isu-Isu Sosiologi, Kebijakan Lingkungan, Pemberdayaan Masyarakat, dan Kepenulisan, serta Ridwan Irawan, M.Si yang sekarang sebagai Konsultan Pendidikan Karakter Bangsa dan menekuni dunia pengajaran, pelatihan dan community development

 

 

Kota Magelang kritik kritis Habermas musrenbang pemberdayaan pendamping perspektif Pokmas Rodanya Masbagia saran

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts