Penulis (kanan) berdiskusi dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Magelang MS Kurniawan, ST, MT di shelter Kawasan Ngesengan.

Bisakah Ngesengan Sebagai Titik Keramaian Baru Kota?

Opini

oleh:

Rachmad K. Dwi Susilo, MA, Ph.D

KUNJUNGAN penulis ke Kota Magelang pada tanggal 13 sampai dengan 15 Oktober 2023 menyisakan pengalaman dan sekaligus pembelajaran yang menarik. Penulis rencanakan dari Kota Malang untuk mengunjungi shelter kawasan Ngesengan yang hari ini sedang proses revitalisasi.

Penulis memang bukan ahli teknik sipil atau ilmu bangunan, tetapi melihat kawasan ini besar harapan berkontribusi untuk menghidupkan Kota Magelang yang nanti berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat. Kunjungan penulis di kota-kota di Indonesia, Jepang, Singapura, Malaysia, dan Thailand turut memantik pertanyaan sosiologis, mengapa satu kota bisa tumbuh pesat, sementara kota lain cenderung lambat dan stagnan?

Baca juga :  Titik Pertumbuhan Kota Baru, Sudahkah Pada Jalan yang Benar?

Buah belajar sosiologi perkotaan juga memengaruhi pikiran penulis in.  Harry Gold dalam The Sociology of Urban Life (1982) menyatakan, sosiologi yang memberi pencerahan berupa tujuan dari perencanaan kota. Dikatakannya, tiga dimensi yang menjadi tujuan tersebut yaitu ekonomi, sosial, dan fisik. Ekonomi meliputi efisiensi penggunaan lahan, pola-pola sirkulasi; pelestarian atau dorongan basis ekonomi. Sedangkan sosial meliputi pembagian jelas dari kebutuhan manusia; pekerjaan, permainan, pilihan maksimal dari lingkungan hidup, kontak sosial yang cocok, kesempatan pendidikan dan kultural dalam pilihan mudah.

Sementara itu, aspek fisik meliputi perencanaan pemanfaatan tanah (tipe, kuantitas, dan hubungan), distribusi yang sesuai dan kepadatan populasi (sekarang dan diproyeksikan), sirkulasi dan pelayanan efisien, pelestarian wilayah historis indah dan kenyaman).

Berangkat dari dorongan tersebut, tanggal 15 Oktober 2023, pukul 14.00 WIB, penulis menemui Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Magelang MS Kurniawan, ST, MT di Kawasan Ngesengan, Kota Magelang. Lokasi yang berada di Jalan Tentara Pelajar ini masuk kawasan Alun-Alun. Kawasan pusat Kota Magelang berseberangan dengan Masjid Jami’.

Bagi para pecinta kupat tahu sebagai kuliner khas Magelang, Warung Tahu Pojok yang bisa dikatakan melegenda karena dibangun 1942. Para pejabat, artis dan tokoh-tokoh level nasional rata-rata menyempatkan diri mampir ke warung ini.

Shelter Ngesengan meliputi  lantai 2 yang berjumlah 22 kios, dan lantai 1 dibangun 6 kios bengkel. Data survei eksisting ada 24 toko. Sedangkan data dari pedagang terinformasi 22 pedagang (https://radarmagelang.jawapos.com/magelang/681359136).

Kawasan ini sepintas mirip Jalan Pemuda atau yang dikenal dengan Pecinan, di mana kiri-kanan berjajar pertokoan. Namun, pertokoan di Pecinan lebih panjang. Dan kini, kondisinya tidak sama di tahun 1980 atau 1990-an, Pecinan sepi pengunjung.

Banyak faktor yang menjadi penyebab, serbuan mall dan supermarket dan perjualan online sebagai penyebab penting.

Pasca revitalisasi diharapkan bangunan kawasan Ngesengan baru lebih modern dibanding sebelumnya, tempat parkir diperluas, sehingga kemacetan yang menjadi persoalan selama ini bisa diatasi.  Seperti dinyatakan Wali Kota Magelang dr. H. Muchamad Nur Aziz,Sp.PD,K-GH,FINASIM, revitalisasi kawasan Ngesengan tidak hanya untuk mempercantik kawasan, tapi juga menata parkir yang selama ini semrawut.

Dalam sebuah wawancara dengan media lokal wali kota menyatakan, “Untuk merapikan parkir, karena selama ini crowded. Yang menempati kiosnya juga sama, tidak berganti,”

Jika diringkaskan dengan kalimat padat, wali kota yang berlatar belakang dokter ini menyatakan kawasan ini sebagai wajah baru, rasanya tetap sama dan ngangeni(Wawancara, 22 Agustus 2023). Wajah baru yaitu kawasan yang lebih bersih, modern, dan support bagi kunjungan siapapun.

Lantai 2 dimanfaatkan untuk anak-anak muda sebagai co working space yang merupakan program unggulan Pemerintah Kota Magelang, Balai Belajar. Baru juga menunjuk fakta, tdak bisa dipungkiri, ketika tokoh-tokoh nasional berkunjung di lokasi ini, kesulitan melakukan sterilisasi, tetapi Ngesengan “baru” lebih support. Sedangkan, rasanya tetap sama menunjukkan tidak ada perbedaan, nuansa, dan rasa kuliner di kawasan ini dibandingkan sebelum adanya renovasi.

Sementara itu, ngangeni menjelaskan bahwa tidak bisa dipungkiri pengunjung datang karena ada masa lalu yang ingin dikenang. Tahu Pojok menjadi magnet para pejabat pemerintah pusat untuk menikmati kupat tahu yang legend dan lezat. Adanya warung makan ini pula yang menyebabkan pembangunan dilakukan dengan hati-hati.

Pada saat penulis nyambangi lokasi, Kepala Dinas PUPR Kota Magelang menyatakan, bahwa perkembangan (progress) pembangunan sudah 60% dan diprediksikan akhir tahun 2023 selesai, sehingga warga bisa menikmati bangunan baru ini. Kondisi ini tentunya menggembirakan, bahwa, negara hadir baik untuk melaksanakan pembangunan sosial dan pembangunan fisik. Tidak benar jika Magelang di Era Maju Sehat dan Bahagia ini hanya memikirkan pemberdayaan masyarakat, tetapi juga menata infrastruktur.

Terkait perkembangan baru ini, penulis mengajak untuk  berfikir agak sedikit makro kota dengan memandang revitalisasi Ngesengan sebagai penambah titik baru pusat Kota Magelang. Untuk itu, penulis jauh melihat kawasan ini beyond renovasi atau revitalisasi atau pembangunan terpisah, tapi sebagai upaya pemerintah membuat pusat pertumbuhan kota baru.

Setelah banyak kegiatan spektakuler terselenggara di Kota Magelang, geliat pertumbuhan kota mulai terasa. Besar harap penulis agar kawasan Ngesengan terintegrasi mendorong dinamika kota tersebut. Ia bukan bangunan mainstream seperti yang banyak ditemukan di kota/kabupaten lain, tapi sebagai kawasan dengan nilai tambah yang otomatis menjadi daya tarik warga dan wisatawan.

Lalu lintas di depan shelter di Kawasan Ngesengan, Kota Magelang.

Gambaran sederhana yaitu titik ini semakin didatangi pengunjung dari dalam maupun luar kota. Mereka membelanjakan uang di kota ini yang akhirnya dan menetes pada pendapatan warga. Selain itu, pada konteks pembangunan kawasan Ngesengan juga menambah daya saing kompetitif kota.

Posisi Strategis

Bisa dikatakan bahwa kawasan ini memiliki posisi strategis berupa latar pemandangan sangat indah. Dari kawasan ini kita bisa melihat di kejauhan Gunung Sumbing. Seandainya tidak ada bangunan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Magelang, dari kawasan ini bisa dibangun roof top yang sekaligus sebagai daya tarik pengunjung menikmati pemandangan indah.

Sayang, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) ini menyebabkan eksplor pemandangan tidak bebas dilakukan. Tentunya, area publik melahirkan resiko-resiko yang tidak dikehendaki dari rumah tahanan ini.

Selain itu, strategisnya kawasan ini karena mewakili wajah pusat kota (downtown). Kawasan ini berdekatan dengan pusat keramaian lain, seperti supermarket, kantor pos, Masjid Agung Kauman Magelang, Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Beth-El Magelang, Klenteng Liong Hok Bio Kota Magelang, bank, supermarket, sekolah, dan kantor-kantor pemerintah. Sederhananya, jika ingin mengetahui wajah kota secara cepat maka cukup mengunjungi pusat kota ini selesailah sudah. Kawasan Ngesengan termasuk, unsur atau kontributor yang membangun wajah pusat kota ini.

Kembali ke poin penting tulisan ini, pertanyaan terpenting diajukan yaitu, bisakah kawasan Ngesengan menambah titik pertumbuhan kota yang baru di Kota Magelang? Bagaimana caranya?

Cikal Bakal Kebijakan

Peraturan daerah Nomor 4 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Magelang 2021-2026 menjelaskan pengaturan lalu lintas di sekitar kawasan alun-alun, peningkatan penyediaan sarana dan prasarana pendukung, peningkatan dan pengembangan pemanfaatan kawasan alun-alun dan sekitarnya dan penyediaan dan penataan lokasi untuk kegiatan sektor informal.

Sementara, Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031 menyatakan perbaikan infrastruktur kota yang dinyatakan sebagai kawasan strategis. Pasal 73 menyatakan, penetapan Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b meliputi:

  1. kawasan Gelanggang Olahraga Samapta;
  2. kawasan Kebonpolo;
  3. kawasan Sukarno-Hatta;
  4. kawasan Taman Kyai Langgeng;
  5. kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar;
  6. kawasan sekitar Alun-alun; dan
  7. kawasan Sidotopo.

Selanjutnya, regulasi di atas dirinci dalam RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) dan RTBR (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)  2019 yang dimiliki oleh  DPUPR Kota Magelang. Gagasan sederhana dari kawasan Ngesengan ini yaitu sempitnya badan jalan sebagai area parkir kendaraan sehingga menimbulkan banyak permasalahan dan kemacetan. Bisa dikatakan tempat parkir sudah sangat tidak representatif, maka perlu kawasan bangunan lebih menjorok sehingga badan jalan lebih lebar.

Sedangkan dari sisi industri dan perdagangan, pertokoan yang rata-rata kuliner  tetap tidak alih penyewa dan bangunan baru menambah kios-kios baru yang sekaligus memberikan peningkatan pendapatan bagi masyarakat sekitar dan pendapatan pemerintah tentunya.

Langkah-Langkah Strategis

Kini, kita membahas sejumlah rekomendasi yang sebaiknya dilaksanakan pemerintah kota. Pada konteks analisa kebijakan, kita memerlukan berbagai macam alternatif kebijakan yang adaptif dan responsif, maka penulis bisa memaparkan langkah-langkah strategis sebagai berikut,

 1. Melebarkan Ceruk

Ceruk yang penulis maksud yaitu sumber pendapatan yang bisa diambil keuntungan oleh warga. Mengandalkan ceruk warga Lokal tidak jalan. Untuk itu dibuka ceruk2 yang baru. Berfikir dari hal terdekat, warga kabupaten digerakkan sebagai pasar. Berbeda dengan Kabupaten Magelang, remang-remang dan pernak-pernik kota sejatinya lebih menggoda dari pada kabupaten yang bercorak agraris.

Selain itu, warga kota terdekat seperti Yogyakarta dan Semarang. Observasi penulis ketika, pada tanggal 14 sampai 15 Oktober 2023 menginap di Hotel Puri Asri Resort, hotel berbintang 5 ini dipenuhi mobil-mobil  plat H (Semarang) dan B (Yogyakarta).

Hajatan-hajatan  besar asosiasi profesi tertentu atau korporasi sejak penulis SMA juga banyak diselenggarakan di kota ini.

Kondisi ini dibenarkan Kepala Dinas PUPR Kota Magelang MS Kurniawan, ST, MT yang kini Kota Magelang dilihat sebagai titik integratif dengan Kawasan Wisata Candi Borobudur sebagai Kawasan Strategis Nasional. Sebenarnya, para pengunjung dan wisatawan luar kota se–Indonesia menjadikan Borobudur sebagai destinasi, tetapi Kota Magelang termasuk wilayah yang dilirik untuk penginapan. Ada kalanya mereka memilih menginap di hotel-hotel berbintang 4 dan 5 di Kota Magelang sambil menikmati suasana malam di kota “Pakuning Tanah Jawa” ini. Peluang semacam ini seharusnya tidak boleh disia-siakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

2. Perbanyak Event Kota Magelang

Untuk menstimuli terbukanya ceruk, maka di kawasan ini perlu menyelenggarakan event-event penarik tertentu. Event ini tidak membutuhkan biaya besar dengan cara melibatkan banyak komunitas. Tidak salah juga melibatkan komunitas seniman utamanya komunitas musik. Belajar dari pengembangan kawasan Kajoetangan Heritage Kota Malang, setiap malam minggu pasti ada konser musik jalanan. Sepanjangan menikmati pedestrian, tiga sampai empat komunitas menyajikan lagu-lagu genre, para pengunjung berbagai strata mengikuti dengan ceria.

Kawasan Pecinan di Kota Magelang yang sudah dilakukan penataan.

Untuk mendukung ini, lokasi Ngesengan perlu memikirkan ketersediaan space karena lokasi ini relatif sempit. Kemungkinan, tempat parkir disisakan untuk panggung mini. Jika mengacu pada harapan wali kota sebagai ngangeni, maka genre lagu yang ditampilkan lagu-lagu Era 1970 sampai 1990-an. Kemudian yang tidak kalah penting penjadwalan komunitas sebagai kalender rutin sehingga event tidak membosankan dan semakin seru. Dari sini, sesungguhnya warga merasakan rileks dan bisa menikmati kota mereka.

3. Penguatan Branding

Hampir sama dengan kecenderungan kota/kabupaten di Indonesia, sentra kuliner tampil sebagai wajah kota. Sebenarnya Magelang memiliki banyak sentrakuliner. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Magelang Syaifullah S.Sos, MSi menyatakan ada 20 titik kuliner. Penulis bisa menyebutkan di antaranya, lokasi Binaan Armada Real Estate, Kauman Barat, Lembah Tidar, Sigaluh; Sejuta Bunga; Kalingga; Sriwijaya; Rejomulyo; Jenggolo, Pajajaran, Daha, Puri Boga Kencana, Jenderalan, Alibasah Sentot, Tuin Van Java, Badaan, Kapten S. Parman, dan Kartika Sari (Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031).

Beberapa pusat kuliner masih “kurang” profesional. Sekalipun masih kasuistis, pengalaman penulis penah menjumpai pengalaman kurang “mengasyikan” saat kulineran di Kota Magelang. Penulis menjumpai warung mie godhok yang recommended. Penulis menilai cukup enak dengan harga terjangkau. Kemudian penulis mengulangi datang ke tempat tersebut sampai 2 kali dan ternyata tutup. Bukannya penulis memuji sentra ini tetapi menanggung kecewa.

Pengalaman lain, ada satu kuliner yang menuliskan sejak zaman Jepang, ketika penulis bertanya di era apa, terkesan asal jawab yang menunjukkan pelaku kuliner kurang melek literasi. Belum lagi jika kita berbicara, makanan dan minuman yang kurang standar, utamanya bagi pengunjung luar kota lapis menengah atas.

Penulis memahami, ada kalanya, pusat kuliner tidak dibangun dengan kalkulasi  bisnis. Beberapa kasus, sekedar lokalisasi pedagang kaki lima yang bertebaran saja atau sekedar mengakomodir tuntutan. Tampaknya perlu program-program yang memperkuat ketrampilan dan kompetensi perkulineran supaya melahirkan produk berkualitas. Dengan kualitas yang meningkat brand pun otomatis terangkat.

Sekalipun demikian, warung/ rumah makan yang sudah memiliki branding ditata, bahkan dikelola sebagai garda depan. Pemerintah tidak usah idealis untuk menciptakan pengusaha baru. Pada perspektif branding, kuliner sebagai bagian orang yang melancong sebagai wisatawan. Pengunjung bukan hanya untuk mengatasi perut lapar, tetapi benar-benar merasakan keindahan, kelezatan, kenyamanan, dan pengalaman-pengalaman “sensasi” lain ketika bekunjung di kawasan wisata.

Kuliner yang sudah memiliki branding diperkuat. Misalnya, kupat tahu, sop senerek, gudeg Magelang, atau bahkan jajanan seperti Gethuk Magelang yang pernah melegenda.

Langkah yang bisa dilakukan yaitu penyelenggaraan festival kuliner branding Kota Magelang. Cara berfikir sederhana, orang mendekat karena puas memeroleh apa yang dicarinya, maka selera dan perilaku konsumen benar-benar yang diprioritaskan. Tentunya dengan tidak meninggalkan pemberdayaan sebagai cara mengubah kultur berjualan pedagang.

4. Optimalisasi Sektor Perdagangan dan Perindustrian

Secara ranah kebijakan PUPR yang melakukan revitalitasi bangunan Ngesengan, tetapi pada pengelolaan sektor ekonomi, sejatinya Disperindag menjadi ujung tombak. Dinas ini memiliki tupoksi yaitu perumusan rencana dan kebijakan teknis di bidang koperasi, perindustrian dan perdagangan serta usaha mikro, kecil, menengah dan fasilitasi pembiayaan, kedua, pengkoordinasian kebijakan bidang koperasi, perindustrian dan perdagangan.
Ketiga, pengawasan, pengendalian dan pembinaan teknis atas pelaksanaan tugas pokoknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Praktik kebijakan yaitu para pengusaha kuliner diberdayakan dengan kiprah untuk mengisi space melalui kegiatan-kegiatan produktif. Hari ini Disperindag memiliki indikator fisik sentra kuliner yaitu tersedia: sumber listrik, air, sanitasi limbah, toilet, ramah difabel dan jaringan internet dilengkapi, seperti  kuliner Tuin Van Java Alun-Alun yang memenuhi syarat.

Sekalipun demikian, output dan outcome kebijakan ini yaitu peningkatan pendapatan atau cuan dari masyarakat yang terukur. Masyarakat yang dimaksud  khususnya warga yang tinggal di kantong-kantong kemiskinan ekstrim di Kelurahan Rejowinangun Selatan, Rejowinangun Utara dan Kelurahan Magersari. Penulis tidak setuju jika, sentra pertumbuhan ekonomi diserahkan pada pasar bebas, siapa yang sanggup berkompetisi akan survive/eksis dan yang menjadi pecundang akan mati.

Untuk itu perlu intervensi pemerintah yang nantinya terukur melalui capaian perubahan. Wawancara penulis dengan Wali Kota Magelang pada tanggal 15 Oktober 2023, menyatakan terjadinya penurunan angka kemiskinan, dari 7,07% (2021), 7,01% (2022), dan kini 6,11% (2023). Pertanyaanya, berapa lagi angka kemiskinan di tahun 2024 sebagai buah dari intervensi kebijakan pemerintah dalam bidang perdagangan dan perindustrian?

Terus Berbenah: Tantangan

Kini pemerintah kota membutuhkan perencanaan komprehensif agar kawasan Ngesengan benar-benar menjelma sebagai titik pertumbuhan kota baru.

Dari sisi obyek, titik pertumbuhan ini jelas akan mengganti sepinya jalan Pemuda dan jelas melengkapi titik-titik lain. Seperti penulis selalu ingatkan, untuk eksis dan survive Magelang harus bermetamorfosa sebagai kota produksi. Produksi yang memungkinkan yaitu pengembangan sektor jasa yang memuat di dalamnya kuliner.

Untuk itu diperlukan kerja-kerja kelembagaan lintas sektoral. Titik pertumbuhan kota itu majemuk, maka segala aspek perlu dipertimbangkan. Kini kita memasuki kondisi sosial politik yang mengusung paradigma baru pembangunan kota yang meliputi: didorong memenuhi kebutuhan masyarakat, berorientasi kewilayahan, inisiatif dari isu dan peluang pembangunan, penanganan desentralisasi, perencanaan dilandasi pertimbangan tekno ekonomi dan sosiopolitik dan pengambilan keputusan interaktif yang dipengaruhi aspek psikososial (Hariyono, 2010: 109).

Di sinilah, sebaiknya apapun diupayakan pemerintah kota untuk mendinamiskan kota.  Tanpa upaya berbenah, pengetahuan masyarakat Kota Magelang sebagai kota pensiun yang dihuni warga tidak produktif akan melekat secara terus menerus. Semangat!! (****)

Penulis adalah Sekretaris Program Studi Sosiologi S2 & S3 DPPS Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur dan Tenaga Ahli Pemerintah Kota Magelang Bidang Sosiologi, Pemberdayaan Masyarakat dan Inovasi Sosial

 

Daftar Pustaka:

  1. Hariyono, Paulus. 2010. Perencanaan Pembangunan Kota dan Perubahan Paradigma: Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  2. Gold, Harry. 1982.”The Sociology of Urban Life.” England: Prentice Hall
  3. Peraturan daerah Nomor 4 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Magelang 2021-2026.
  4. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-2031

 

dimensi ekonomi fisik kawasan Ngesengan Kota Magelang revitalisasi shelter sosial sosiologis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts